Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Direvisi, Target Kredit BCA Belum Berubah
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) belum mengubah target pertumbuhan kredit pada tahun ini. Selama tiga bulan pertama tahun 2022, pertumbuhan kredit BCA masih menggembirakan.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk, Jahja Setiaatmadja hingga saat ini BCA masih mempertahankan target pertumbuhan kredit 6% hingga 8% pada tahun ini. Kalaupun berubah, nanti akan diubah dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) pada Juni nanti.
“Nanti kalau kita raskan ini memang diubah, tentu akan kita ubah. Sementara, kita target 6% sampai 8%,” ujarnya dalam konferensi pers paparan kinerja triwulan pertama 2022, Kamis (21/4).
Per Maret 2022, penyaluran kredit BCA tumbuh 8,6% secara tahunan (year on year), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahunan pada Desember 2021 lalu yang sbebesar 8,2%. “Meskipun kalau dibandingkan year to date, memang belum semuanya meningkat secara pesat. Tetapi kalau kita lihat dari korporasi itu sudah positif. Dari kredit konsumen juga sudah kelihatan peningkatan,” ujar Jahja.
Pertumbuhan kredit BCA pada triwulan pertama 2022 terjadi di semua segmen, baik kredit untuk bisnis maupun konsumsi. Kredit korporasi naik 9,2% YoY mencapai Rp286,9 triliun di Maret 2022, menjadi penopang utama pertumbuhan total kredit BCA. Seiring dengan aktivitas bisnis yang membaik, kredit komersial dan UKM naik 8,2% YoY menjadi Rp188,8 triliun. Sementara itu, pertumbuhan kredit tertinggi dicatatkan oleh segmen KPR, yakni tumbuh 9,8% YoY menjadi Rp98,2 triliun. KKB mencetak rebound dengan naik 3,6% YoY menjadi Rp41,6 triliun, dan saldo outstanding kartu kredit tumbuh 4,9% YoY menjadi Rp12,0 triliun. Total portofolio kredit konsumer naik 7,6% YoY menjadi Rp154,8 triliun. Pengajuan aplikasi kredit konsumer baru dari BCA Expoversary 2022 diharapkan akan berkontribusi positif bagi penyaluran kredit baru yang lebih tinggi di triwulan II tahun ini. Secara keseluruhan, total kredit BCA naik 8,6% YoY menjadi Rp637,1 triliun di Maret 2022.
Jahja optimistis tren pertumbuhan positif ini akan terus berlanjut, meskipun diakuinya di satu sisi masih banyak ketidakpastian di depan mata seperti perang antara Rusia dan Ukrina. Tetapi kabar baiknya, di dalam negeri, program vaksinasi Covid-19 sudah merata dan varian Omicron yang menyerang Indonesia pada awal tahun ini tidak seburuk varian Delta pada tahun 2021 lalu. Pandemi yang terkendali ini membuat aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat kembali bergairah.
Jahja mengatakan kebijakan pemerintah yang membuka sejumlah destinasi wisata untuk wisatawan mancanegara diharapkan akan kembali membangkitkan ekonomi di daerah-daerah pariwisata seperti Bali. Permintaan kredit juga akan berasal dari sektor perkebunan, pertambangan, telekomunikasi dan infrastruktur.
Namun, tambah Jahja yang perlu diwaspadai adalah kenaikan harga bahan baku dan biaya logistik. Kenaikan harga bahan baku dan biaya logistik ini memberikan tekanan untuk sektor industri. “Kalau bahan baku mereka itu menggunakan produk-produk raw material yang harganya meningkat, pertanyaannya adalah apakah mereka bisa menaikan harga jualnya? Apakah daya beli masyarakat cukup untuk meng-absorb kenaikan harga? Bagaimana dengan kompetitor? Kalau kompetitor belum menaikan harga, mereka khawatir juga ketika mereka menaikan harga, [barangnya] enggak laku,”ujarnya.
Perang antara Rusia dan Ukraina, yang disertai dengan sanksi ekonomi dari sejumlah negara terhadap Rusia menyebabkan keadaan dunia menjadi tidak menentu. Kondisi ini juga yang menyebabkan Bank Indonesia pada Rapat Dewan Gubernur April ini merevisi pertumbuhan ekonomi dunia dan ekonomi Indonesia. Ekonomi global yang semula diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,4% menjadi 3,5%. Sementara ekonomi Indonesia, meski masih akan pulih, tetapi diperkirakan pertumbuhannya lebih rendah dari semulai dalam rentang 4,7% sampai 5,5% menjadi 4,5% hingga 5,3%.