Seteru Tiada Henti antara Bukalapak dan Harmas, Kali Ini Keduanya Bertarung Melalui PKPU

Ilustrasi transaksi di Bukalapak/Dok. Bukalapak
Konflik hukum antara PT Bukalapak.com Tbk dan PT Harmas Jalesveva berlanjut. Keduanya pernah sepakat untuk bekerja sama pada 2017, namun mulai berseteru pada 2021.
Terbaru, PT Harmas Jalesveva, yang merupakan pengembang properti, mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT Bukalapak.com Tbk melalui Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
PKPU ini masih terkait dengan seteru lama kedua perusahaan.
Seperti disampaikan Bukalapak dalam keterangan ke Bursa Efek Indonesia [BEI] pada Senin (20/1), Harmas mengklaim Bukalapak “memiliki utang berdasarkan Putusan Kasasi No. 2461 K/PDT/2024.”
Sementara, atas Putusan Kasasi tertanggal 18 Juli 2024 itu, Bukalapak menyatakan “telah mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung”.
Karena itu, Bukalapak, dalam penjelasanya ke BEI berpendapat “Permohonan PKPU tidak tepat.”
Alasannya, pertama, Permohonan PKPU yang diajukan didasarkan pada permasalahan sengketa perdata murni yang merupakan ranah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan ranah Hukum Acara Perdata Umum.
Sementara, kata Bukalapak, Pengajuan Permohonan PKPU yang diajukan oleh Harmas diajukan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Kedua, menurut Bukalapak, kedudukan Perseroan tidak tepat jika dikatakan sebagai Debitor yang memiliki utang yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih dengan dalil yang mendasarkan pada sengketa perdata murni yang masih dalam proses Peninjauan Kembali.
Ketiga, Perseroan juga tidak memiliki kewajiban yang belum terselesaikan baik kepada Harmas selaku Pemohon PKPU, maupun kewajiban yang belum terselesaikan lainnya terhadap Kreditor lain. Sehingga, tidak tepat jika Perseroan dikualifikasikan sebagai Debitor.
Persidangan perdana atas Permohonan PKPU telah dilakukan pada 14 Januari 2025 dengan agenda pemeriksaan legal standing dari masing-masing Pihak.
“Saat ini, Perseroan tengah mempersiapkan jawaban keberatan atas Permohonan PKPU tersebut. Perseroan optimis bahwa proses hukum ini akan berjalan secara adil dan objektif sesuai dengan peraturan yang berlaku,” jelas Cut Fika Lutfi, Sekretaris Perusahaan Bukalapak.
Bukalapak, tambah Fika, telah menunjuk kuasa hukum untuk menangani perkara ini dan memastikan hak-hak Perseroan dilindungi dalam proses hukum yang sedang berlangsung.
“Perseroan juga tengah mempersiapkan langkah-langkah hukum lanjutan untuk menyelesaikan persoalan ini secara profesional,” ujarnya.
Bagaimana Awal Mula Sengketa Ini?
Sebagaimana diungkapkan Bukalapak dalam keterangan ke BEI, Permohonan PKPU ini didasarkan pada klaim Harmas bahwa Bukalapak memiliki utang berdasarkan Putusan Kasasi No. 2461 K/PDT/2024.
Sengketa antara Bukalapak dan Harmas bermula dari rencana penyewaan Gedung Office Tower One Belpark milik Harmas oleh Bukalapak, di kawasan Fatmawat, Jakart Selatan.
Rencana kerja sama kedua perusahaan ini sudah dinyatakan dalam letter of intent yang diteken kedua belah pihak pada 8 Desember 2017.
Perseteruan mulai terjadi pada 2021. Pada 19 Maret 2021, Harmas mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Bukalapak (Tergugat I) dan PT Leads Property Services Indonesia (sebagai Tergugat II) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor registrasi gugatan 294/Pdt.G/2021/PN JKT.SEL.
Harmas mengajukan ganti rugi materiil senilai Rp90,32 miliarkepada Bukalapak. Sementara nilai gugatan ke PT Leads Property Services Indonesia sebesar Rp3,12 miliar berupa pengembalian biaya jasa konsultasi pemasaran (marketing).
Selain itu, Harmas juga mengajukan ganti rugi immaterial ke Bukalapak dan PT Leads Property Services senilai Rp77,5 miliar secara tanggung renteng.
“Gugatan yang diajukan terkait klaim bahwa Perseroan telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait pembatalan secara sepihak atas sewa ruang dan/atau lantai Gedung Office Tower One Belpark. Perseroan telah menandatangani letter of intent dengan Harmas dimana letter of intent mengatur kewajiban masing-masing pihak yang perlu dipenuhi termasuk untuk ditindaklanjuti dengan perjanjian sewa,” jelas Teddy Nuryanto Oetomo, Direktur Bukalapak dalam keterangan ke BEI pada 14 April 2023.
Terkait kerja sama itu, Bukalapak mengklaim, telah memenuhi kewajibannya termasuk antara lain telah menyetorkan deposit sewa sebesar total Rp6,46 miliar kepada Harmas.
Bukalapak justru menuding Harmas yang belum memenuhi kewajiban-kewajibannya berdasarkan komitmen di dalam letter of intent.
Setelah melalui serangkaian persidangan yang dimulai sejak April 2021, termasuk sesi mediasi yang pada akhirnya gagal, pada 23 Februari 2022, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan gugatan Harmas tidak dapat diterima.
Namun, rupanya Harmas kembali melakukan gugatan serupa dengan nomor perkara 575.Pdt.G/2022/PN JKT.SEL di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kali ini, nilai gugatannya sebear Rp 107,42 miliar ganti rugi materiil dan Rp 1 triliun ganti rugi immaterial.
Gugatan kedua ini diterima. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam sidang putusan perkara No. 575/Pdt.G/2022/PN JKT.SEL memutuskan Bukalapak sebagai Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum.
“Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Perseroan harus membayar ganti kerugian materiil sebesar Rp 107,4 miliar. Namun Perseroan akan menempuh upaya hukum lain sehingga Putusan tersebut belum dapat dilaksanakan karena belum memiliki kekuatan hukum tetap,” jelas Teddy Nuryanto Oetomo, Direktur Bukalapak pada 14 April 2023.
Namun, Bukalapak kemudian tetap kalah. Pengadilan Tinggi Jakarta dalam Putusan Nomor 732/PDT/2023/PT DKI, tanggal 30 Agustus 2023 memperkuat Putusan PN Jakarta Selatan. Demikian juga Majelis Hakim tingkat Kasasi pada 18 Juli 2024 dalam Putusan Nomor 2461/K/Pdt/2024.
Dengan demikian, Bukalapak tetap membayar ganti rugi Rp 107,4 miliar.
Nilai ganti rugini inilah yang diklaim sebagai utang oleh Harmas dalam PKPU di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.