Wakil Ketua Komisi XI: Pembubaran OJK Bukan Solusi

0
701
Reporter: Petrus Dabu

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi menilai pembubaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bukanlah solusi untuk mengatasi permasalahan di industri jasa keuangan. Tidak bisa serta merta ada permasalahan di industri keuangan dan meniadakan peran OJK yang selama ini telah dilakukan. Ia hanya menyebutkan perlunya reformasi total di bidang pengawasan OJK melalui revisi undang-undang.

“Kita tidak [bisa] buru-buru mengatakan [fungsi pengawasan] dikembalikan ke BI. Karena itu bukan jawaban,” ujar Fathan dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (28/01/2020).

Anggota DPR RI Fraksi PKB ini mengatakan Komisi XI memang sedang mengusulkan adanya revisi UU Bank Indonesia.  Bersamaan dengan rencana revisi UU BI, menurut dia, dalam pertemuan terbatas dengan Menteri Keuangan, pemerintah mengusulkan adanya omnibus law di bidang keuangan. “Jadi omni di bidang keuangan itu menggabungkan revisi UU BI, revisi UU OJK, revisi UU LPS dan Pasar Modal,” ujarnya.

Menurut dia solusi atas permasalahan di sektor jasa keuangan adalah reformasi total  OJK di bidang pengawasan. Ia antara lain mengusulkan adanya dewan pengawas seperti Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) untuk Bank Indonesia. “Beberapa lubang-lubang regulasi ini memang harus kita perkuat,” ujarnya.

Baca Juga :   OJK Junjung Tinggi Penegakan Integritas Lembaga

Menurut dia, peran pengawasan OJK di Industri Keuangan Non Bank (IKNB) masih lemah karena keterbatasan regulasi. Misalnya OJK tidak bisa langsung melikuidasi perusahaan jasa keuangan yang melakukan pelanggaran. “Diakui oleh pak Wimboh [ketua OJK) bahwa OJK memang reformasi di IKNB masih belum memuaskan, belum tuntas. Kalau di sektor perbankan saya kira sudah kuat, contohnya ada Basel, cadangan risiko. Nah ini penting,” ujarnya.

Wacana pembubaran OJK disampaikan sejumlah kalangan sebagai respons reaktif atas permasalahan di industri jasa keuangan belakangan ini seperti kasus gagal bayar klaim nasabah dan dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. Belum tuntas kasus Jiwasraya, kasus lain di industri asuransi juga muncul yaitu merosotnya nilai portofolio investasi milik Asuransi Asabri.

Wacana pengembalikan fungsi OJK ke BI ini justru didukung oleh kalangan bankir di Indonesia. Survei yang dilakukan oleh Citiasia bekerja sama dengan majalah Infobank  mengungkapkan sebanyak 55% bankir yang disurvei setuju fungsi pengawasan bank di kembalikan ke BI. Sedangkan 45% menyatakan tidak setuju.

Baca Juga :   Atasi Asymmetric Information, OJK Dorong Implementasi PSAK 74 yang Harus Diimplementasikan Mulai 1 Januari 2025

Achmad Yunianto, Direktur Riset Citiasia dalam pemaparannya di Jakarta, Selasa (28/01/2020) mengatakan bankir yang setuju fungsi pengawasan dikembalikan ke BI  berpendapat, dengan memberdayakan dua regulator, BI dan OJK, dirasa kurang efektif.

“Utamanya ketika Bank Sentral selaku pengampu target moneter dan makroprudensial dianggap memiliki kendala ketika ingin mentrasmisikan kebijakan ke level mikro,” ujarnya.

Sementara, yang setuju pengawasan tetap di OJK berpendapat bahwa perekonomian nasional memerlukan pembagian tugas antara pemerintah sebagai pengendali kebijakan fiskal, BI sebagai pengendali kebijakan moneter dan makroprudensial, serta OJK sebagai pengendali pelaksana  pengaturan industri (mikroprudensial).

Pengamat Asuransi, Herris Simandjuntak menduga alasan dibalik usulan untuk membubarkan OJK dan mengembalikan fungsi pengawasan ke BI dan Bapepam LK adalah karena pelaku industri jasa keuangan merasa terbebani dengan iuran tahunan kepada OJK. Pungutan OJK ini merupakan amanat UU No 21 tahun 2011 tentang OJK dan sudah diatur melalui Peraturan Pemerintah No 11 tahun 2014.

“Mengapa sampai ada yang bicara kembalikan ke BI, [karena] keberatan terhadap pungutan,” ujarnya.

Baca Juga :   Fintech Lending Batumbu Kantongi Izin Operasional

Oleh karena itu, menurut Herris sebaiknya mekanisme iuran ini diubah dari pungutan langsung menjadi tidak langsung yaitu melalui pajak.

Soal pungutan ini juga terekam dalam hasil survei Citiasia. Achmad mengatakan dari survei lembaganya, responden dari kalangan perbankan yang paling tinggi tingkat keberatannya atas iuran tahunan kepada OJK yaitu mencapai 53,3%. Sedangkan kelompok lainnya yaitu asuransi sebesar 37%, lembaga pembiayaan  37% dan lembaga keuangan khusus sebesar 49%.

Leave a reply

Iconomics