BI: Rupiah Menguat Dorong Peningkatan Ekspor Industri Manufaktur
Kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dinilai berdampak positif kepada penerimaan para eksportir komoditas. Menguatnya rupiah yang kini berada di posisi Rp 13.612 per dolar AS akan meningkatkan ekspor industri manufaktur karena biaya produksi turun dan kompetitif.
Dikatakan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, berkat penurunan biaya produksi, volume komoditas ekspor akan meningkat ditambah harganya pun masih kompetitif. “Penguatan rupiah akan berdampak penerimaan rupiah eksportir komoditas. Ekspor cukup bagus sebab volume bagus dan harga komoditas perdagangan bagus,” kata Perry di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta beberapa waktu lalu.
Perry menuturkan, industry-industru yang akan menerima manfaat akibat penguatan rupiah ini yaitu eksportir komoditas elektronik, garmen dan mesin. Sebab, komoditas tersebut masih membutuhkan kandungan impor yang cukup tinggi, sehingga menguatnya rupiah, biaya impor untuk produksi komoditas itu bisa ditekan.
Penguatan nilai tukar rupiah saat ini, kata Perry, masih sesuai dengan fundamental ekonomi negara. BI berjanji akan terus memantau perkembangan rupiah terutama apabila penguatan rupiah itu memberi efek kontraproduktif terhadap perekonomian.
“Jika ada pergerakan pasar tidak sejalan fundamental dan terlalu bergejolak, kami tidak segan stabilisasi rupiah baik spot, pembelian SBN (Surat Berharga Negara), dan dengan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF),” kata Perry.
Menurut Perry, faktor-faktor pendorong penguatan rupiah meliputi rendahnya inflasi, neraca transaksi berjalan (CAD) yang landai tahun ini, serta optimisme pelaku pasar yang dinilai masih kuat. BI tentu saja akan tetap menjaga pertumbuhan dan memperkuat ekonomi ke depan. Juga akan tetap berkoordinasi dengan pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan lembaga terkait.