
Wamen BUMN Beberkan Tantangan Industri Masa Depan, Apa Saja?

Tangkapan layar, Wakil Menteri (Wamen) BUMN Kartika Wirjoatmodjo/Iconomics
Wakil Menteri (Wamen) BUMN Kartika Wirjoatmodjo menilai industri asuransi masih memiliki beberapa tantangan di masa mendatang. BUMN sendiri memiliki industri asuransi seperti Askrindo, Jamkrindo, Jasindo, Reasuransi Indonesia Utama atau Indonesia Re dan IFG Life yang dibentuk untuk mewadahi penyelamatan restrukturisasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
“Kami melihat industri asuransi ini dalam beberapa tahun terakhir memiliki tantangan, saya sendiri secara personal harus menangani permasalahan Jiwasraya, di Asabri, di Jasindo, dan sekarang Nasre. Ini terus terang kami banyak berdiskusi dengan banyak regulator, dengan para pelaku,” kata Tiko, panggilan akrabnya di Indonesia Re International Conference 2022 di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (28/9).
Menurut Tiko, tantangan pertama yang harus dihadapi industri asuransi mengenai ketersediaan data di mana database dinilai dapat menjadi faktor loss assessment. Dengan demikian, database perlu untuk menentukan estimasi klaim di masa mendatang dari berbagai line of business yang ada di Indonesia.
“Ini tentunya menjadi tantangan bagaimana mengumpulkan data yang bisa membuat database nasional mengenai loss events di Indonesia,” ujar Tiko.
Tantangan kedua, kata Tiko, mengenai harga di mana industri asuransi mempunyai daya tawar di bawah perbankan. Atas dasar tersebut, peran regulator menjadi penting untuk dapat mengawasi terutama yang berkaitan dengan harga dan klaim yang wajar atau tidak.
“Tentunya menjadi pelajaran kita bersama termasuk bagaimana regulator harus memperkuat fungsi pengawasan untuk memberikan indikator-indikator dan memastikan bahwa tidak ada produk yang kemudian mengalami kerugian besar dan memakan kapital dari industri asuransi di Indonesia,” ujar Tiko.
Selanjutnya, kata Tiko, tantangan ketiga yang harus dihadapi industri asuransi mengenai kekuatan capital yang harus dijaga secara industri. Sebagaimana capital adequacy ratio sebesar 20% yang memaksa seluruh perbankan untuk memiliki modal minimal Rp 3 triliun, maka hal itu perlu juga dilakukan dalam industri asuransi.
“Perlu dilakukan di industri asuransi untuk memastikan bahwa kesehatan industri kita baik untuk di depan maupun di belakang industri asuransi mampu meng-cover berbagai risiko ke depan,” kata Tiko.
Lebih lanjut, kata Tiko, Kementerian BUMN mendukung penuh seluruh industri asuransi khususnya yang berada naungan BUMN untuk terus bertransformasi dan proaktif dalam menyelesaikan tantangan di masa mendatang.
“Kami mengimbau untuk para pelaku industri dan regulator untuk terus memperbaiki pola kerja, pola tata kelola, sehingga nantinya dapat mencapai cita-cita bersama industri asuransi yang sehat dan sustainable ke depannya,” tutur Tiko.
Leave a reply
