Bos BRI : “Buat Apa Kita Menumpuk Laba kalau Nggak Dibagi dalam Bentuk Dividen?”
Kabar gembira bagi pemegang saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Bank plat merah ini bakal terus membagikan dividen dalam setidaknya lima tahun ke depan, berapa pun laba bersih yang diperoleh.
Dengan modal yang memadai, BRI tak perlu lagi mengakumulasi modal dari laba bersih yang diraupnya tiap tahun.
Direktur Utama BRI, Sunarso mengatakan, BRI memiliki Capital Adequacy Ratio (CAR) atau tingkat kecukupan modal sebesar 25,1% yang mencerminkan kuatnya permodalan BRI.
Padahal, kata Sunarso, untuk mengkover risiko, misalnya sesuai dengan Basel III, CAR yang diperlukan hanya 17,5%.
“Kalau kita asumsikan setiap tahun itu hanya mengkonsumsi capital 2%, maka saya yakin sampai 5 tahun ke depan, berapa pun laba BRI itu memang layak dibagi dalam bentuk dividen,” ujar Sunarso dalam Public Expose Live 2024, Kamis (29/8).
“Tinggl sekarang otoritas menyetujui apa tidak? Kalau misalnya disuruh bagi dividen, saya katakan berapa pun laba BRI layak untuk dibagi dalam bentuk dividen, karena buat apa ditahan? Karena kita nggak butuh lagi tambahan modal, karena untuk tumbuh, modal kita cukup kuat,” tambahnya.
Persetujuan otoritas yang dimaksud Sunarso adalah persetujuan dari Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan.
Ia berkata, dengan CAR yang kuat saat ini, BRI tak lagi memiliki persoalan terkait permodalan. Untuk pencadangan Non Performing Loan (NPL), ia mengatakan, BRI sudah menganggarkannya dari pendapatan Perusahaan.
Dengan permodalan yang kuat, Sunarso juga memastikan, rasio pembayaran dividen BRI akan tinggi.
BRI, tambahnya, bila disetujui otoritas, bahkan dapat membagikan dividen interim.
“Kalau otoritas membolehkan bagi dividen tiap triwulan, ya kita laksanakan,” ujarnya.
Sunarso menjelaskan, lonjakan CAR BRI merupakan implikasi dari pebentukan holding ultra mikro pada 2021. Saat itu, BRI melakukan penerbitan saham baru melalui skema right issue. Pemerintah selaku pemegang saham BRI, mengeksekusi haknya dengan melakukan inbreng saham Pegadaian dan Permodalan Nasional Madani (PNM) ke BRI.
Right issue ini juga disambut antusias oleh investor non pemerntah terutama investor asing, sehingga ada tambahan modal ke BRI sebesar Rp41 triliun.
“Dampaknya, modal kita sekarang jadi sangat kuat, dimana CAR-nya 25,1%,” ujar Sunarso.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Keuangan BRI, Viviana Dyah Ayu Retno mengatakan, salah satu program BRI dalam jangka menengah adalah menormalisasi CAR ke level kisaran 20%.
Normalisasi ini, kata Viviana, dilakukan “melalui pertumbuhan pinjaman yang tentunya lebih sehat di masa yang akan datang dan juga melalui opsi peningkatan pembayaran dividen kepada pemegang saham.”
Pada semester I 2024, BRI membukukan laba bersih sebesar Rp29,9 triliun, tumbuh tipis 1,1% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Pertumbuhan laba bersih yang hanya 1,1% ini, kata Sunarso, terjadi karena BRI lebih berhati-hati dengan meningkatkan pencadangan sebesar 33,8% menjadi Rp18,49 triliun.
Laba BRI sebelum pencadangan atau Pre Provision Operating Profit masih tumbuh kuat sebesar 11,7% menjadi Rp57,04 triliun.