Dokumen Gugatan Kebijakan RED II Uni Eropa Disampaikan ke WTO Awal Tahun Depan

0
186

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mengungkapkan sedang menyusun dokumen gugatan atas kebijakan Renewable Energy Directive (RED II) yang dibuat oleh Uni Eropa. Kebijakan yang menghapus produk kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel dan mengeluarkannya dari daftar energi terbarukan pada tahun 2030 ini, merugikan Indonesia. Karena Uni Eropa merupakan pasar ekspor terbesar ketiga produk kelapa sawit Indonesia setelah Tiongkok dan India.

“Kami bersama pemangku kepentingan dan kemudian kuasa hukum serta beberapa ahli sedang menyusun dokumen gugatan yang rencananya akan kami masukan ke WTO (World Trade Organization) mungkin awal tahun depan. Nanti akan diikuti hearing atau sidang kemudian ada penyampaian dokumen gugatan kedua, dan kemudian ada sidang keduanya juga. Sampai nanti ada final report-nya mungkin awal tahun 2022,” ungkap Donny Tamtama, Kepala Subdirektorat Produk Agro, Direktorat Pengamanan Perdagangan, Kementerian Perdagangan dalam webinar ‘Masa Depan Sawit Indonesia di Pasar Uni Eropa Pasca Covid-19’ yang digelar INDEF, Kamis (17/12).

Melalui kebijakan RED II ini Uni Eropa menganggap kelapa sawit menyebabkan deforestasi melalui skema Indirect Land Use Change (ILUC). Karena itu, minyak kelapa sawit dikelompokkan sebagai bahan baku energi terbarukan berisiko tinggi karena mengandung emisi bahan baku ILUC sebesar 109 gCO2e/MJ dan merupakan yang tertinggi dari bahan bakar nabati lainnya dengan minyak kedelai tertinggi kedua (75 gCO2e/MJ) diikuti minyak Rapeseed dan minyak bunga matahari.

Baca Juga :   Kementerian Perdagangan Relaksasi Impor Alkes dan Pelindung Diri

Selain kebijakan RED II, Donny mengungkapan sejumlah hambatan ekspor kelapa sawit dengan Uni Eropa dan Inggris, yaitu pemberlakuan bea mausk imbalam (BMI) terhadap biofuel sebesar 8% hingga 18%; penghapusan insentif pajak di Prancis, persyaratan due diligence palm oil oleh Inggris; legislation on forest atau EU Due Dilligence; amandemen regulasi Komisi No.1881/2006 serta berbagai kampanye negatif terhadap produk sawit.

Sepanjang 2019 lalu, total ekspor produk kelapa sawit Indonesia mencapai US$18,75 miliar. Dari jumlah tersebut pasar Uni Eropa berkontribusi 12%, terbesar ketiga setelah Tiongkok (18%) dan India (15%). Uni Eropa sendiri mengimpor 34% produk kelapa sawit dari Indonesia dan 20% dari Malaysia. “Kalau kita lihat ini sebenarnya Uni Eropa cukup penting bagi Indonesia sebagai tujuan ekspor,”ujar Donny.

Pada Januari-Oktober 2020, total nilai ekspor kelapa sawit dan produk turunannya mencapai US$15,95 miliar, naik 6,9% dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$14,92%. Empat negara tujuan ekspor terbesar adalah Tiongkok, Uni Eropa, India dan Pakistan.

Baca Juga :   Vaksinasi Gotong Royong dan Harapan agar Perekonomian Bergerak

Nilai ekspor ke Uni Eropa mencapai US$2,48 miliar, naik 4,64% dari US$2,37 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Donny mengatakan peningkatan nilai ekspor ke Uni Eropa di didukung oleh nilai ekspor Tandan Kosong dan Cangkang Sawit yang meningkat sebesar 121% YoY dan Pam Kernel Oil (RDB) sebesar 85,54% YoY. Tetapi ekspor biodisel mengalami penurunan yang drastis sebesar 96,81% yang hanya mencapai US$ 9,14 juta dari sebelumnya pada perode yang sama tahun lalu sebesar US$287 juta.

 

 

Leave a reply

Iconomics