Nusron: Hitung Produksi Baterai Secara Valid agar Impor BBM Bisa Ditekan

0
363
Reporter: Rommy Yudhistira

Anggota Komisi VI DPR Nusron Wahid meminta PT Industri Baterai Indonesia (IBC) di bawah naungan perusahaan pertambangan Mind Id untuk benar-benar menghitung asumsi kebutuhan baterai nasional yang diproyeksikan hingga 2035. Soalnya, asumsi kebutuhan baterai nasional yang diperkirakan sebesar 59 Gigawatt hour (GWh) pada 2035 tidak terukur dengan baik, tanpa adanya perhitungan yang valid.

“Kalau kebutuhannya itu angkanya kredibel atau tidak. Jangan sampai nanti ini basisnya asumsi, dan bukan kajian valid seperti jalan tol Sumatera. Jalan tol Sumatera itu lalu lintas harian rata-rata (LHR) itu waktu membuat hitungan 25 ribu per hari, padahal kita tahu faktanya cuma 3.000 bahkan tidak sampai 3.000 di ruas tertentu,” kata Nusron di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (12/9).

Menurut Nusron, jika angka perhitungan kebutuhan baterai nasional itu bisa dipertanggungjawabkan, maka  maka perlu adanya penambahan. Soalnya uraian PT Industri Baterai Indonesia, kapastitas produksi diperkirakan mencapai 10 GWh pada 2024 sehingga bisa menekan impor bahan bakar minyak (BBM) sebesar 29,4 juta barel per tahun atau setara dengan 80 ribu barel per hari.

Baca Juga :   Baleg DPR Setujui RUU LLAJ Dikeluarkan dari Prolegnas 2023

Menurut Nusron, data hari ini menunjukkan Indonesia mengimpor BBM 800 ribu barel per hari di mana hasil produksi minyak mentah dalam negeri 680 ribu barel per hari. Dari jumlah tersebut, untuk memenuhi kebutuhan 1,4 juta barel per hari, maka dibutuhkan sebesar 720 ribu BBM impor. Bahkan, diperkirakan jumlah tersebut akan mengalami kenaikan.

“Berarti hanya sekitar 12% efisiensi dari asumsi pembangunan IBC ini. Kalau ini dilakukan menurut hemat saya secara makro ekonomi, ini belum menjawab tantangan defisit transaksi kita. Karena defisit transaksi kita itu salah satu yang paling besar dari BBM, karena impornya sangat tinggi,” ujar Nusron.

Karena itu, kata Nusron, produksi baterai nasional perlu ditingkatkan lagi agar dapat menekan angka impor BBM nasional. Selain itu, percepatan industri mobil listrik di Indonesia menjadi penting, sehingga baterai yang diproduksi IBC dapat diserap industri electric vehicle (EV) dalam negeri.

Juga diharapkan, kata Nusron, produksi baterai nasional bisa memenuhi energi saving storage yang digunakan untuk melengkapi kebutuhan energi baru terbarukan (EBT) seperti solar panel, wind power, dan lainnya.

Baca Juga :   DPR Sahkan RUU HPP Jadi UU

“Kita mendorong kalau memang bisa hingga 60 GWh itu bisa menekan angka impor kita itu 480 ribu barel, 6 kali lipat. Itu sudah lebih dari separuh angka impor kita itu tertutup dari situ. Karena itu kita perlu ada terobosan selain soal kendaraan, kita perlu banyak energi saving storage,” kata Nusron.

Dalam paparannya, Direktur Utama IBC Toto Nugroho mengatakan, kebutuhan baterai nasional memiliki proyeksi yang cukup signifikan, terlebih ada beberapa inisiatif untuk mendorong aspek kebutuhan EV di Indonesia. Soal aspek produksinya ada 3 segmen utama yaitu industri kendaraan roda empat, kedua kendaraan roda dua, dan yang terakhir energy storage systems (ESS) di mana penggunaannya sebagai penyimpanan tenaga EBT.

“Jadi 3 segmen utama ini yang mendorong demand di Indonesia. Untuk kendaraan roda empat berkisar 400-500 ribu per tahun pada 2035, dan untuk kendaraan roda dua ini yang sangat signifikan kita bisa mencapai 2,2-3,8 juta pada 2035,” ujar Toto.

Masih kata Toto, melalui roadmap tersebut, IBC bisa mengembangkan ekosistem dan baterai yang diharapkan dapat menyelesaikan persoalan mengenai energi yang ada saat ini. “Melalui roadmap ini, IBC bertujuan untuk mengurangi emisi CO2 sebesar 9 Mtpa dan impor bahan bakar sebesar 29,4 juta barel per tahun,” kata Toto.

Leave a reply

Iconomics