
Banyak yang Paham Asuransi, Tetapi Kok yang Punya Masih Lebih Sedikit?

Jajaran direksi AXA Financial Indonesia dalam acara temu media, Kamis 15 Desember 2022/Foto: Dok. AXA
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun ini, antara lain mengungkapkan bahwa sebenarnya sudah banyak masyarakat yang paham asuransi. Tingkat literasi asuransi mencapai 31,7%.
Tetapi, masyarakat yang memiliki produk asuransi masih jauh lebih rendah dibandingkan tingkat literasi. Tingkat inklusi asuransi baru mencapai 16,6%.
“Sebenarnya kondisi asuransi sekarang itu kayak perbankan tahun 1980-an,” ujar Cicilia Nina, Direktur AXA Financial Indonesia saat temu media pekan lalu di Jakarta.
Saat itu, banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui tentang perbankan. Tetapi, masyarakat yang memiliki rekening bank atau mengakses layanan perbankan masih lebih sedikit. Saat ini kondisi sudah berbalik, tingkat literasi perbankan lebih rendah dibandingkan tingkat inklusinya. Jumlah masyarakat yang memiliki akses ke perbankan sudah mencapai 74%. Tetapi, pemahaman atau tingkat literasinya lebih rendah yaitu di level 49,9%.
Kembali ke asuransi. Lebih tingginya tingkat literasi asuransi menunjukkan bahwa upaya edukasi sudah dilakukan. Tetapi, menurut Cicilia Nina, edukasi ini perlu lebih tajam lagi, lebih menukik ke dalam sehingga tidak berhenti pada pemahaman, tetapi pada praksis yaitu memiliki produk.
Menurut Cicilia, ada beberapa hal yang sering dijadikan alasan orang tak membeli produk asuransi, meski mereka paham soal asuransi. Pertama, karena merasa belum perlu. Padahal, risiko terus mengintai dan terjadi kapan saja, seperti risiko sakit, kecelakaan, hingga meninggal dunia.
“Kalau orang bilang enggak perlu asuransi, sebenarnya enggak mungkin orang enggak perlu. Selama kita bisa sakit, bisa celaka, bisa cacat, pasti perlu,” ujar Cicilia.
Alasan kedua yang biasanya menjadi alasan orang untuk belum membeli produk asuransi, walaupun dia tahu dan paham fungsinya, adalah karena enggak ada duit. Alasan ini tidak sepenuhnya benar. Karena kadang-kadang ketika penghasilan sudah membaik pun, tetap merasa kekurangan uang, karena kebutuhan naik terus. Di sinilah perencanaan dalam mengelola keuangan itu penting. “Makanya asuransi itu harus disisihkan, jangan disisakan. Karena enggak pernah sisa,” ujar Cicilia.
Artinya, alokasi kebutuhan untuk asuransi bukan berasal dari dana sisa, tetapi sejak awal dialokasikan, sama seperti mengalokasikan untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan investasi.
Alasan lain yang juga acapkali terdengar yang menghalangi orang membeli asuransi adalah, karena tidak mau terburu-buru. Tetapi, jelas Cicilia, masalahnya risiko tidak pernah diketahui kapan akan menghampir.
“Kalau orang bilang enggak buru-buru, enggak apa sih enggak buru-buru. Masalahnya, penyakit itu datang kapan saja,” ujarnya.