BTN dan Bank Muamalat Belum Ajukan Izin ke OJK untuk Merger
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk belum secara resmi mengajukan izin ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengakuisisi PT Bank Muamalat Indonesia Tbk dan selanjutnya menggabunkannya (merger) dengan BTN Syariah.
Namun, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Dian Ediana Rae mengatakan baik BTN maupun Bank Muamalat Indonesi sudah berkomunikasi dengan OJK terkait rencana penggabungan tersebut.
“Dalam hal terdapat bank mengajukan permohonan kepada OJK, maka kami akan segera mengevaluasi dan memproses sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Dian dalam pernyataan yang dikutip Theiconomics.com, Kamis 11 Januari.
Dian mengatakan OJK akan mendukung langkah konsolidasi yang akan dilakukan dalam rangka pengembangan perbankan syariah Indonesia.
“Sebagaimana telah berulang kali kami sampaikan, bahwa OJK akan mendorong terjadinya konsolidasi BUS [Bank Umum Syariah] dan UUS [Unit Usaha Syariah] untuk menjadi bank syariah baru dengan minimal total aset Rp200 triliun,” ujar Dian.
“Kita harapkan akan ada 1-2 BUS hasil konsolidasi,” tambahnya.
Dengan upaya konsolidasi ini, OJK berharap struktur pasar perbankan syariah kedepan akan lebih ideal dengan kehadiran beberapa bank syariah berskala besar yang lebih kompetitif.
Sebagaimana ditulis sebelumnya, merger PT Bank Muamalat Indonesia Tbk dan Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk sudah semakin terang.
BTN selaku pihak yang akan melakukan akuisisi sudah secara resmi menyampaikan minatnya untuk membeli saham bank syariah pertama di Indonesia itu dengan mengirimkan letter of intent (LOI) ke Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). BPKH yang merupakan lembaga Pemerintah Indonesia adalah pemegang saham mayoritas Bank Muamlat yaitu 82,66%.
Saat ini ada ketimpangan penguasaan aset perbankan syariah di Indonesia. Bank Syariah Indonesia (BSI) merupakan bank syariah dengan aset terbesar yaitu Rp319,85 triliun atau 39,5% dari total aset perbankan syariah di Indonesia. Dengan jumlah aset tersebut, BSI – yang merupakan hasil merger tiga bank syariah milik bank BUMN – masuk dalam jajaran 10 bank dengan aset terbesar di Indonesia.
Sementara itu, aset Bank Muamalat Indonesia yang merupakan Bank Umum Syariah (BUS) terbesar kedua setelah BSI, nilai asetnya “hanya” Rp66,2 triliun. Demikian juga aset CIMB Niaga Syariah yang merupkan UUS dengn aset terbesar, nilai asetnya juga “hanya” Rp61,46 triliun, juga jauh di bawah BSI.
Upaya merger yang dilakukan BTN Syariah dan Bank Muamalat saat ini pun belum akan menghasilkan bank syariah yang sepadan dengan BSI, dari sisi aset. Aset kedua bank ini, bila merger dilakukan, baru mencapai Rp114,61 triliun, atau belum mencapai separuh dari aset BSI per September 2023 yang mencapai Rp319,8 triliun.
Memang merger ini membuat posisi BTN Syariah hasil merger dengan Bank Muamalat akan masuk dalam jajaran bank dengan aset di atas Rp100 triliun, meski posisinya masih jauh dari BSI.
BSI baru memiliki kompetotor yang sepadan bila 12 BUS dari 13 BUS, plus UUS BTN Syariah bergabung menjadi satu. Penggabungan aset 12 BUS yaitu Bank Muamalat Indonesia, BPD Riau Kepri Syariah, Bank Aceh Syariah, BTPN Syariah, Bank Panin Dubai Syariah, Tbk, Bank Mega Syariah, BPD NTB Syariah, BCA Syariah, Bank Jabar Banten Syariah, KB Bukopin Syariah, Bank Aladin Syariah, Tbk, Bank Victoria Syariah, plus UUS BTN Syariah, berjumlah Rp279,49 triliun.
Penggabungan 20 UUS juga bisa menciptakan kompetitor yang sepadan dengan BSI. Total aset 20 UUS per September 2023 adalah Rp259,27 triliun. Jadi, idealnya di Indonesia cukup memiliki 3 bank syariah saja.
Saat ini Indonesia memiliki 13 Bank Umum Syariah (BUS) dan 20 Unit Usaha Syariah (UUS). BUS merupakan bank syariah yang sudah berdiri sendiri, tidak lagi menempel pada induknya yang merupakan Bank Umum Konvensional (BUK). Sementara, UUS merupakan unit syariah dari bank umum konvensional.
Berdasarkan Statistik Perbankan Syariah yang diterbitkan OJK, per September 2023, total aset perbankan syariah di Indonesia mencapai sekitar Rp810 triliun, yang terdiri dari Rp550,92 triliun aset BUS dan Rp259,07 triliun aset UUS.