‘Kami Tahu Terlambat Sedikit Saja Mereka Sudah Ribut’; Respons Cepat LPS Bayar Klaim Penjaminan Bank Gagal

0
76

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bergerak cepat membayar klaim penjaminan kepada nasabah bank gagal, agar tidak ada keresahan di masyarakat.

Sepanjang 2023 lalu hingga Januari 2024 ini, empat Bank Perekonomian Rakyat (BPR)/ Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), setelah berbagai tindakan pengawasan tak juga berhasil menyehatkan kondisi keuangan bank-bank tersebut.

Alhasil, LPS sebagai lembaga yang menjamin simpanan nasabah pun harus membayar klaim penjaminan para deposan.

Purbaya Yudhi Sadewa, Ketua Dewan Komisioner LPS mengatakan LPS telah membayarkan sebagian besar klaim penjaminan nasabah dari BPR/BPRS yang dicabut izinnya pada tahun 2023 lalu.

“Pada dasarnya untuk yang tahun 2023 sudah hampir semuanya. Hingga saat ini LPS telah membayarkan klaim penjaminan kepada para nasabah bank gagal sebesar Rp329,2 miliar atau 92,6% dari total simpanan bank gagal tersebut Rp355,4 miliar,” ujar Purbaya di sela-sela konferensi pers Tingkat Bunga Penjaminan LPS, Selasa, 30 Januari 2024.

Dalam catatan Theiconomics.com, pada tahun 2023 lalu OJK mencabut izin usaha dua BPR yaitu PT BPR Indotama UKM Sulawesi (BPR Indotama). BPR yang beralamat di Kota Makasar, Sulawesi Selatan ini dicabut izin usahanya pada 15 November 2023.

Kemudian pada 4 Desember 2023, OJK juga mencabut izin usaha dari PT BPR Persada Guna yang beralamat di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Pada awal tahun 2024 ini, OJK sudah mencabut izin satu BPR dan satu lagi BPRS.

Baca Juga :   HUT RI ke-76: Optimisme Melanjutkan Pertumbuhan Ekonomi

Pada 4 Januari 2024, OJK mencabut izin usaha Koperasi BPR Wijaya Kusuma (BPR Wijaya Kusuma) yang beralamat di Kota Madiun.

Minggu lalu, tepatnya 27 Januari 2024, OJK melanjutkan ‘bersih-bersih BPR/BPRS’, dengan mencabut izin usaha PT BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (BPRS Mojo Artho), yang beralamat di Kota Mojokerto, Jawa Timur.

Purbaya mengatakan LPS sedang melakukan proses pembayaran klaim penjaminan dari BPR/BPRS yang dicabut izin usahanya pada tahun 2024 ini.

Pada dasarnya, kata Purbaya, begitu OJK menyerahkan bank gagal itu ke LPS, dalam lima hari pertama LPS langsung membayar klaim penjaminan, terutama untuk deposan yang sudah terverifikasi.

“Kita menjaga supaya masyarakat di perbankan tenang bahwa uangnya betul-betul terjamin. Kami tahu kalau terlambat sedikit saja mereka sudah ribut, ‘jangan-jangan penjaminannya tipu-tipu’. Kami pastikan tidak seperti itu,” ujarnya.

Purbaya mengatakan nasabah bank gagal tak perlu resah simpanannya hangus. Karena LPS, memiliki dana yang cukup untuk membayar klaim para nasabah.

“Kita berusaha mencegah terjadinya keresahan di masyarakat, jangan sampai mereka bilang ‘jangan-jangan LPS enggak punya duit. Padahal kita duitnya banyak Rp210 triliun,” ujarnya.

Apakah masih ada BPR/BPRS yang akan gagal?

Dalam konferensi pers bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) lainnya yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan OJK, menjawab pertanyaan wartawan, Purbaya memperkirakan masih ada BPR/BPRS yang “jatuh di tahun 2024” ini, selain dua yang telah dicabut izinnya oleh OJK.

Baca Juga :   OJK Luncurkan Aplikasi Pengawasan Berbasis Teknologi OBOX untuk BPR dan BPRS

Tetapi, Purbaya menegaskan pencabutan izin usaha BPR/BPRS tersebut tidak berdampak signifikan pada perekonomian.

Menurutnya, BPR/BPRS yang jatuh selama ini terjadi bukan karena kondisi perekonomian Indonesia yang memburuk.

“Tetapi utamanya karena fraud di BPR tersebut,” ujar Purbaya.

Ia mengatakan bila kondisi keuangan BPR/BPRS memang sudah sakit dan tidak bisa diperbaiki lagi, maka  “kita tutup dengan cepat.”

Purbaya mengatakan selama ini, LPS sudah menjalin kerja sama yang baik dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas sektor perbankan.

Dalam menangani BPR/ BPRS yang bermasalah, Purbaya mengatakan, LPS merupakan ‘juru bayar’ simpanan nasabah. Sementara tugas pengawasan bank dilakukan oleh OJK.

Dalam melakukan pengawasan terhadap bank bermasalah,  ada dua status tingakat pengawasan yang dilakukan OJK, yaitu Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI) dan Bank Dalam Penyehatan (BDP).

Selanjutnya, ketika tidak ada perbaikan yang dilakukan manajemen dan pemegang saham, bank tersebut kemudian diserahan kepada LPS sebagai  Bank Dalam Resolusi (BDR). Bila tak bisa diselamatkan juga, maka  LPS meminta OJK untuk mencabut izin usahanya.

Setelah OJK mencabut izin usaha,  selanjutnya LPS akan menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi.

Purbaya mengatakan selama ini LPS dan OJK sudah bekerja sama dengan baik dalam menangani BPR/BPRS yang bermasalah ini.

“Karena salah satu anggota dewan komisioner dari LPS adalah anggota dewan komisioner OJK juga, sehingga kerjanya mulus, tidak ada gejolak, dan semuaya berlangsung dengam baik,” ujarnya.

Baca Juga :   OJK Sebut 69% Pemegang Polis Kresna Life Menyetujui Program Konversi dan Pemegang Saham akan Tambah Modal

OJK dorong konsolidasi BPR/BPRS

Pada kesemaptan yang sama, Mahendra Siregar, selaku Ketua Dewan Komisioner OJK membenarkan bahwa selama ini sudah ada kerja sama yang baik antara OJK sebagai pengawas perbankan dan LPS sebagai penjamin bank-bank yang mengalami masalah.

Senada dengan Purbaya, Mahendra mengatakan BPR/BPRS yang bermasalah selama ini terjadi karena masalah tata kelola (governance) atau fraud.

Ke depan, Mahendra mengatakan, untuk memperbaiki tata kelola BPR/BPRS di Indonesia, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), OJK mendorong BPR/BPRS ini melakukan konsolidasi.

“Hal itu dilakukan antara lain dengan langkah-langkah penggabungan dari beberapa BPR yang dimiliki oleh pemilik yang sama,” ujar Mahendra.

Melalui kebijakan yang disebut dengan ‘single presence policy’ ini, jelas Mahendra, tidak ada lagi “satu orang memiliki sampai sekian banyak BPR,”sehingga “memberikan ruang untuk konsolidasi dan penguatan bagi BPR.”

“Namun perlu ditekankan juga bahwa proses konsolidasi ini tujuannya bukan dalam rangka mengurangi jumlah [BPR/BPRS] semata, tetapi justru memperkuat dan memberikan kesempatan perkembangan dan pertumbuhan yang sehat bagi BPR itu sendiri,”ujar Mahendra.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics