Kenaikan Harga Emas Mengakhiri Deflasi Berkepanjangan di Indonesia
Pada Oktober 2024 terjadi inflasi, setelah sejak Mei hingga September Indonesia mengalami deflasi berkepanjangan. Kenaikan harga emas menjadi peyumbang inflasi terbesar pada Oktober 2024, kata Badan Pusat Statistik (BPS) dalam konferensi pers awal bulan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Widyasanti dalam konferensi pers, Jumat (1/11) menyampaikan, pada Oktober 2024, terjadi deflasi sebesar 0,08% secara bulanan atau terjadi kenaikan indeks harga konsumen dari 105,93 pada September 2024, menjadi 106,01 pada Oktober 2024.
Secara year on year atau tahunan, terjadi inflasi sebesar 1,71% dan secara tahun kalender atau year to date terjadi inflasi sebesar 0,82%.
“Inflasi bulan Oktober 2024 ini mengakhiri tren deflasi yang terjadi sejak Mei 2024,” kata Amalia.
Kelompok pengeluaran penyumbang inflasi bulanan terbesar, jelasnya, adalah perawatan pribadi dan jasa lainnya, dengan inflasi sebesar 0,94% dan memberikan andil inflasi sebesar 0,06%.
“Komoditas yang dominan mendorong inflasi pada kelompok ini adalah emas perhiasan yang memberikan andil inflasi sebesar 0,06%,” jelasnya.
Ia menjelaskan, harga emas di pasar internasional terus menunjukkan tren kenaikan. Fenomena ini juga tergambar pada harga emas perhiasan di dalam negeri.
Secara historis, komoditas emas perhiasan mengalami deflasi lima kali pada 2022, serta deflasi tiga kali pada 2023. Tetapi, sejak September 2023, komoditas emas perhiasan terus mengalami inflasi hingga Oktober 2024.
Selain emas, komoditas yang juga memberikan andil inflasi pada Oktober adalah daging ayam ras dengan andil inflasi sebesar 0,04%, bawang merah dengan andil inflasi sebesar 0,03%, tomat dan nasi dengan lauk dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,02%.
Selain itu, juga kopi bubuk, minyak goreng, sigaret kretek mesin dan telur ayam ras memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,01%.
Amalia mengatakan, dari sembilan komoditas penyumbang inflasi terbesar pada Oktober 2024, tujuh diantaranya termasuk ke dalam golongan makanan, minuman dan tembakau.
Setelah mengalami deflasi sejak April 2024, kelompok makanan, minuman dan tembakau, kembali mengalami inflasi pada Oktober 2024, dan memberikan andil inflasi sebesar 0,03%.
Di sisi lain, beras yang merupakan sumber pangan utama masyarakat Indonesia, mengalami deflasi secara bulanan sebesar 0,08% pada Oktober 2024. Namun demikian, secara year on year beras pada Oktober mengalami inflasi sebesar 3,83%.
Komoditas yang juga mengalami deflasi adalah bensin dan tarif angkutan udara pada kelompok pengeluaran transportasi.
Amalia mengatakan, kelompok transportasi mengalami deflasi sebesar 0,52% dengan andil deflasi sebesar 0,06% pada Oktober 2024. Komoditas yang dominan mendorong deflasi kelompok ini adalah bensin dan tarif angkutan udara yang memberikan andil deflasi masing-masing sebesar 0,06% dan 0,01%.
Untuk komoditas bensin, deflasi sudah terjadi selama dua bulan berturut-turut seiring dengan penurunan harga BBM non subsidi yang dilakukan oleh Pertamina dan sejalan dengan tren penurunan harga minyak di pasar global.
Berdasarkan komponen, inflasi yang terjadi pada Oktober 2024 sebesar 0,08% didorong oleh inflasi komponen inti yang mengalami inflasi sebesar 0,22%, dengan andil pada inflasi sebesar 0,14%. Komoditas yang memberikan andil inflasi secara dominan pada komponen inti adalah emas perhiasan, nasi dengan lauk, kopi bubuk dan minyak goreng.
Komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 0,25% dengan andil deflasi sebesar 0,05%. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi adalah bensin dan tarif angkutan udara.
Komponen harga bergejolak mengalami deflasi sebesar 0,11%. Komponen ini memberikan andil deflasi sebesar 0,01%.
“Komponen harga bergejolak mengalami deflasi selama tujuh bulan berturut-turut, namun tekanan deflasinya semakin berkurang pada Oktober 2024 ini,”kata Amalia.
Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi pada komponen harga bergejolak adalah cabe merah, cabe rawit, kentang dan ikan segar.