KPK Klarifikasi Harta Pejabat Pajak Rafael Alun, Temuannya Mencengangkan

0
277

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan klarifikasi atas harta Rafael Alun Trisambodo, mantan Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan II.

Rafael merupakan ayah dari Mario Dandy Satriyo, tersangka penganiayaan seorang anak berusia 17 tahun berinisial D. Hingga kini D masih dirawat di rumah sakit karena cedera kepala yang berat.

Setelah kasus penganiayaan yang terjadi pada Senin (20/2) itu mencuat, harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo yang bekerja di Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan pun menjadi sorotan publik. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN), nilai harta Rafael Alun mencapai Rp56 miliar. Publik menilai jumlah kekayaannya itu tidak sesuai dengan profil penghasilannya sebagai abdi negara. Dus, kasus kriminal yang dilakukan sang anak pun merembet ke mana-mana hingga mengguncang reputasi institusi Direktorat Jenderal Pajak.

Pasca kasus tersebut, juga mencuat ke publik bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pernah mengendus transaksi tak wajar dalam rekening Rafael. PPATK bahkan sudah pernah melaporkan ke KPK soal temuannya ini. Namun, tidak ada tindak lanjut.

Pada Rabu (1/3), Rafel memenuhi undangan KPK untuk memberikan klarifikasi atas harta kekayaan yang dimilikinya. Ternyata ini bukan pertama kali Rafael diperiksa KPK terkait hartanya.

Baca Juga :   Kepala Bapanas Penuhi Panggilan KPK Jadi Saksi untuk Eks Mentan SYL, Begini Penjelasannya

“Kita pernah periksa yang bersangkutan tahun 2018, untuk periode [pelaporan LHKPN] 2015, 2016, 2017, 2018. Hasilnya, kita terbitkan laporannya 23 Januari 2019,” ujar Pahala Nainggolan , Deputi Pencegahaan dan Monitoring KPK dalam konferensi pers, Rabu (1/3).

KPK pun sudah menyampaikan laporan hasil pemeriksaan itu ke Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Pahala mengakui KPK memiliki keterbatasan untuk menjangkau semua harta yang dilaporkan oleh Rafael. Secara administratif, menurutnya, semua laporan harta Rafael sejak 2015 itu benar adanya.

“Tetapi kita merasa, dengan angka kekayaan dan transaksi bank yang sangat aktif, kita merasa kayaknya ada yang enggak pas. Waktu itu, 2019 kita datang [ke Kementerian Keuangan]. Oleh karena itu, hampir tidak ada tindak lanjut yang signifikan sesudah itu,” ujar Pahala.

Pahala mengatakan Rafael baru menjadi pejabat yang wajib melaporkan harta kekayaan sejak tahun 2011. KPK tidak memiliki kewenangan untuk mengambil data atau pun informasi sebelum 2011.

“Oleh karena itu, kalau PPATK bilang kasih laporan ke kita 2012, iya. Ini saya baca laporannya. Itu transaksi keuangan 2003 sampai 2012. Periodenya segini, sementara dia wajib lapornya di ujung sini (2011). Saya harus bilang juga, tidak semua itu bisa ditindaklanjuti dengan mudah oleh kewenangan yang kita punya,” ujar Pahala.

Baca Juga :   Dukung Pemberantasan Korupsi, KPK Ajak Masyarakat Berpartisipasi dalam Survei Penilaian Integritas

Atas laporan PPTAK tahun 2012 itu, tambahnya, KPK hanya bisa menindaklanjuti yang bagian tahun 2012. Sementara, transaksi yang terjadi sebelumnya, 2003-2011, menurut Pahala, memang diperhitungkan dalam pemeriksaan oleh KPK. “Tetapi polanya saja yang kita ambil,” sebut Pahala.

Pahala mengatakan berdasarkan penelusuran lebih jauh atas LHKPN yang dilaporkan Rafael, terungkap bahwa Rafael memiliki saham di enam perusahaan. Dalam LHKPN, harta tersebut tercatat sebagai surat berharga senilai sekitar Rp1,5 miliar.

Setelah ditelusuri lebih jauh, aset surat berharga tersebut diantaranya adalah dua perusahaan properti di Minahasa Utara, Sulawesi Utara, yang tercatat atas nama istri Rafael. Perusahaan propert ini memiliki luas 65.000 meter persegi atau 6,5 hektar. KPK, jelas Pahala sudah mengirimkan tim ke Minahasa Utara, termasuk melakukan penelusuran sejarah transaksi tanah ke kantor pemerintah setempat dan BPN.

Selain di Minahasa Utara, tambah Pahala, KPK juga sudah mengirim tim ke Yogyakarta untuk menelusri aset milik Rafael dan keluarga. “Tetapi itu masih jalan timnya, yang Jogja agak rumit sedikit dibanding yang Minahasa Utara,” ujar Pahala.

Baca Juga :   KPK Ungkap Penggeledahan di Rumah Dinas dan Kantor Mentan SYL

KPK juga sudah membongkar status kepemilikan jeep rubicon. Mobil mewah ini menjadi sorotan karena digunakan oleh Mario Dandy Satriyo, anak Rafael, saat melakukan penganiayaan terhadap D. Jeep rubicon ini tidak tercatat dalam LHKPN dan tidak diakui oleh Rafael sebagai miliknya.

Pahala mengatakan tim KPK sudah melakukan verifikasi ke lapangan terhadap mobil jeep tersebut. “Benar itu memang bukan atas nama yang bersangkutan. STNK dan BPKB-nya,” ujarnya.

Berdasarkan penelusuran KPK, alamat pemilik yang tertera dalam STNK dan BPKB mobil tersebut berlokasi di sebuah gang di kawasan Mampang, Jakarta Selatan. “Jadi, memang orangnya sudah pergi. Tetapi itu alamatnya di dalam gang. Jadi, kita pikir tidak mungkin dia punya itu,” ujarnya.

Namun, tambah Pahala, Rafael kemudian mengakui bahwa mobil tersebut memang bukan atas namanya. “Tetapi atas nama kakak yang bersangkutan. Jadi, dari yang di gang, lantas dia beli, dijual lagi ke kakaknya,” ujar Pahala.

Sejauh ini, KPK belum berhasil melacak kepemilikan sepede motor gede merek Harley-Davidson yang juga menjadi sorotan. “Karena enggak ada plat nomornya, kita juga enggak bisa cari ke mana-mana,” ujarnya.

Leave a reply

Iconomics