Menko Polhukam Nilai Putusan MKMK Copot Ipar Jokowi dari Ketua MK Sudah Tepat
Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memberhentikan Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK dinilai sudah tepat dan tidak perlu diperdebatkan. Jika putusan MKMK justru memecat Anwar dari hakim konstitusi, maka kemungkinan akan ada pembentukan majelis banding MKMK.
“Jadi tidak ada kepastian kalau langsung dipecat. Kalau cuma diturunkan jabatannya, lalu tidak boleh ikut sidang. Kepastian hukum segera terjamin, pemilu tidak terganggu. itu yang sekarang harus kita terima,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Kamis (16/11).
Dengan keputusan itu, kata Mahfud, maka sengketa pemilu yang akan datang bisa diatasi dengan adanya ketua MK yang baru. Hal itu bisa terwujud karena seluruh persoalan-persoalan yang ada di tubuh MK sudah diselesaikan sedini mungkin.
“Jadi, (ketua MK) yang baru ini pasti akan takut untuk main-main dengan sengketa hasil pemilu nanti,” ujar Mahfud.
Sebelumnya, MKMK secara resmi telah memberhentikan Ketua MK Anwar Usman dari jabatannya karena terbukti melanggar etika berat ketika menangani dan memutus perkara Nomor 90 tentang batas usia calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres). Keputusan ini diambil oleh 3 anggota MKMK yang terdiri atas Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams dengan dissenting opinion.
“Saya memberikan pendapat yang berbeda. Itu sebabnya dalam memberi putusan pada pelanggaran kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi a quo, saya memberi putusan yang berlaku, dan tingkat pelanggaran kode etik yang terjadi dan terbukti yaitu sanksi bagi hakim terlapor berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Hakim Konstitusi,” kata Bintan Saragih membacakan pendapatnya di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11).
Menurut Ketua MKMK Jimly, terlepas pendapat berbeda itu, tapi putusan yang berlaku ialah yang dibacakan tersebut yakni mencopot Anwar Usman sebagai Ketua MK. Pendapat berbeda itu justru dinilai menggambarkan adanya perdebatan dalam membuat keputusan.
“Itu sehat, apalagi dengan akal sehat. Kita sepakat lalu diumumkan dengan pendapat berbeda,” kata Jimly.