Pakar dan Kuasa Hukum Wanaartha: Penanganan Jiwasraya-Asabri Ganggu Investasi

0
789

Pakar hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar menilai penegakan hukum yang salah bisa mempengaruhi ekosistem pasar modal atau dunia investasi sebuah negara. Pasalnya, pasar modal dan penegakan hukum itu saling berintegrasi.

“Seharusnya kalau ada penegakan hukum terhadap dugaan tindak pidana di sebuah perusahaan atau yang menyangkut pasar modal, seharusnya prinsip good corporate governance-nya tetap harus dijaga,” kata Akbar dalam sebuah diskusi virtual, Senin (16/8).

Dalam konteks perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero), kata Akbar, mirip dengan kasus penipuan agen perjalanan haji dan umrah First Travel. Dalam kasus itu, lebih dari 1.000 calon jamaah dirugikan. Pertanyaannya bagaimana ujung dari kasus tersebut?

“Sekarang uang para jamaah itu di mana? Uangnya dirampas untuk negara, sesuatu hal yang luar biasa melanggar hak asasi manusia. Apa logikanya hingga uang dalam kasus First Travel itu harus dirampas untuk negara?” kata Akbar mempertanyakan.

Berdasarkan fakta itu, kata Akbar, menunjukkan KUHAP sebagai aturan masih sangat lemah, karena tidak memiliki prosedur penyitaan pada aset yang tersebar secara kompleks. Merujuk kepada Pasal 39 hingga Pasal 49 KUHAP menyebutkan bahwa penyitaan hanya bisa dilakukan jika keputusan sudah berkekuatan hukum tetap.

Baca Juga :   Hutama Karya Angkut Material Besi Proyek Kejagung yang Timpa Jalur MRT, Rampung Lebih Cepat

“Ini dipertegas dalam Pasal 18 hingga Pasal 19  yang menyebutkan penyitaan terhadap aset dalam pembayaran uang pengganti dilakukan 1 bulan, ketika tidak dibayar 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap,” ujarnya.

Menurut Akbar, ketika Kejaksaan Agung menangani kasus Asabri-Jiwasraya bisa meniru penanganan kasus M. Nazaruddin mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Waktu itu, KPK memutuskan tidak membekukan investasi Nazaruddin di saham PT Garuda Indonesia  (Persero) Tbk karena kemungkinan bisa merugikan perseroan.

“Juga merugikan pasar modal sekaligus makin merugikan negara. Ini adalah metode improvisasi dari KPK yang saya rasa harus ditiru oleh Kejaksaan sebenarnya,” ujar Akbar.

Seperti Akbar, kuasa hukum nasabah Wanaartha Life, Palmer Situmorang juga sependapat bahwa penanganan kasus Asabri-Jiwasraya telah mengganggu iklim investasi Indonesia. Apalagi hal pertama yang dilanggar penyidik Kejaksaan Agung berupa tindakan penyitaan tidak pernah dilakukan dengan melibatkan atau setidaknya dengan sepengetahuan dari pemilik rekening.

“Bahkan sampai sekarang, hingga ada putusan pengadilan terhadap kasus tersebut, tetap tidak ada informasi apapun dari Kejaksaan. Cara seperti ini jelas melanggar KUHP,” kata Palmer.

Baca Juga :   Tiru 1998, BUMN Dinilai Bisa Jadi Andalan Gerakkan Ekonomi di Masa Covid-19

Cara-cara penanganan perkara Jiwasraya, kata Palmer, telah membuat para jaksa mengalami degradasi pemikiran objektif. Itu merupakan pelanggaran yang luar biasa.

“Zaman Pak Harto sekalipun tidak sekeras ini caranya. Sebab menurut Pasal 19 UU Tipikor Nomor 31 tahun 1999, barang bukti yang bukan milik tersangka tidak dikenakan perampasan. Namun  jaksa memaksa untuk dirampas, itu sudah jelas pelanggaran,” ujar Palmer.

Sebelumnya, hasil survei KedaiKopi mengungkap penegakan hukum dalam kasus Jiwasraya-Asabri mempengaruhi kinerja pasar saham ataupun investasi di Indonesia. Buktinya, beberapa investor asing seperti Morgan Stanley Sekuritas Indonesia, broker saham dan lembaga keuangan internasional, PT Merrill Lynch Sekuritas Indonesia dan Citibank Indonesia, PT Deutsche Bank Sekuritas Indonesia dan PT Nomura Sekuritas Indonesia resmi mengumumkan mengurangi bisnis jual beli saham di Indonesia.

 

Leave a reply

Iconomics