UU Cipta Kerja Disebut Memberi Kepastian Hukum di Sektor Perpajakan

Lembaran SPT Pajak/Antara
Pengaturan kluster perpajakan di Undang Undang (UU) Cipta Kerja disebut bertujuan untuk meningkatkan pendanaan investasi yang akan bisa menyerap tenaga kerja seiring dengan tantangan bonus demografi. Juga untuk mendorong kepatuhan wajib pajak dan wajib bayar secara sukarela dan meningkatkan kepastian hukum.
“Terlebih di situasi pandemi seperti ini kita harus dapat segera memulihkan ekonomi kita,” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Eriko Sotarduga dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
Eriko mengatakan, pihaknya memiliki optimisme soal perpajakan ini lewat UU Cipta Kerja. Terlebih Indonesia sedang bersiap menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita masyarakat yang tinggi di 2045.
Di dalam UU Cipta Kerja ini, kata Eriko, terdapat kluster perpajakan yang memuat 4 pasal yang secara langsung mengubah UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), Undang-Undang Pertambahan Nilai (PPn), dan UU Pajak Daerah dan Restribusi Daerah. Karena itu, untuk menyelesaikan permasalahan perpajakan tersebut, perlu diatur kebijakan baru untuk memperbaikinya secara struktural dan fundamental.
Pertama, kata Eriko, melalui penghapusan pajak penghasilan (PPh) atas dividen dalam dan luar negeri selama diinvestasikan di Indonesia. Kedua, dengan penyusunan tarif PPh Pasal 26 atas bunga. Ketiga, penghasilan WNA dan SPFN hanya atas penghasilan dari Indonesia.
Selanjutnya, kata Eriko, relaksasi hak perkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak. Kemudian, penyesuaian sanksi administrasi dan imbalan bunga. Terakhir, rasionalisasi pajak daerah dalam rangka mendukung kebijakan fiskal nasional dan kemudahan berusaha.
Harapannya, kata Eriko, semua langkah tersebut dapat semakin memberikan kepastian hukum dan menghindari dari berbagai masalah perpajakan. Jadi, lewat UU Cipta Kerja dinilai ada perbaikan dan kepastikan masalah dalam hal perpajakan.
“Untuk itu kita juga dapat saling memberikan masukan baik dari pelaku usaha, asosiasi, konsultan, dan akademisi sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat mengerti dan memahami terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di dalam ketentuan atau peraturan yang baru dan juga implementasi ke depannya,” kata Eriko.
Bank Dunia mencatat rasio pajak Indonesia paling rendah dibandingkan negara berkembang lain (emerging and developing market economies/ EMDEs). Berdasarkan data yang dirilis oleh Bank Dunia, Indonesia berada pada peringkat ke-73 dari 190 negara dengan skor kemudahan berusaha 67,96 pada tahun 2020 yang cenderung stagnan dari tahun 2019.
Leave a reply

