
Walhi Desak Kejagung Segera Periksa Swasta Termasuk Best Group soal Korupsi Tata Kelola Sawit

Dokumentasi PT Best Agro International
Masyarakat sipil menyambut positif tindakan penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menangani kasus dugaan korupsi penguasaan dan pengelolaan perkebunan sawit dalam kawasan hutan secara melawan hukum dari 2005 hingga 2024. Karena itu, selepas penggeledahan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tempo hari, penyidik diminta segera memeriksa perusahaan-perusahaan swasta yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), misalnya, mendorong penyidik pada Jampidsus Kejagung untuk menggeledah kantor-kantor perusahaan yang diduga terlibat dalam korupsi pemutihan perkebunan sawit. Langkah tersebut dinilai akan mengungkap secara jelas dugaan korupsi dalam kasus tersebut.
Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Walhi Uli Arta Siagian mengatakan, pihaknya menduga ada banyak perusahaan yang terlibat dalam kasus ini. Karena itu, Walhi akan tetap mendesak Kejagung agar berani menggeledah kantor-kantor perusahaan yang terindikasi memiliki keterlibatan.
“Kasus ini kan membuka tabir bahwa korupsi paling besar dan paling masif itu memang terjadi pada sektor sumber daya alam dan dikonteks perkebunan sawit itu menjadi salah satunya,” ujar Uli dalam diskusi bertajuk Praktik Korupsi di Balik Pemutihan Sawit dalam Kawasan Hutan beberapa waktu lalu.
Catatan Walhi, setidaknya 10 besar grup yang menanam sawit dalam kawasan hutan yang ikut proses pemutihan sawit dalam kawasan hutan yang meliputi Sinar Mas, Wilmar, Musim Mas, Goodhope, Citra Borneo Indah, Genting, Bumitama, Sime Darby, Perkebunan Nusantara, dan Rajawali/Eagle High.
Berdasarkan data KLHK hingga 4 Oktober 2023, luas indikatif perkebunan sawit yang terbangun dalam kawasan hutan tanpa perizinan di bidang kehutanan totalnya seluas 1.679.797 hektare. Luasan tersebut terdiri atas 1.679 unit kebun. Angka-angka itu hasil akumulasi inventarisasi data sawit dalam kawasan hutan yang tercantum dalam data dan informasi (SK Datin) tahap 1-15 yang ditetapkan menteri LHK.
Jika melihat subjek hukumnya, dari 1.679 unit kebun sawit itu, 1.263 unit kebun terindikasi milik perusahaan atau korporasi dengan luas 1.473.946,08 hektare.
Soal kasus ini, Jampidsus Febrie Adriansyah mengatakan, penanganan dugaan korupsi penguasaan dan pengelolaan perkebunan sawit dalam kawasan hutan secara melawan hukum dari 2005 hingga 2024 mirip dengan kasus Duta Palma Group. Di kasus ini, pemiliknya Surya Darmadi divonis 16 tahun penjara dan wajib membayar uang pengganti sekitar Rp 2,2 triliun lebih. Sedangkan Raja Thamsir Rachman yang menjabat Bupati Indragiri Hulu ketika itu divonis 9 tahun penjara.
Konstruksi kasus penguasaan dan pengelolaan perkebunan sawit ini, kata Febrie, terkait penyalahgunaan izin kawasan hutan yang tidak seharusnya. Temuan wartawan theiconomics.com ada perusahaan sawit di bawah kendali Best Group yang dimiliki Winarto dan Winarno Tjajadi alias Tjajadi bersaudara modusnya sama dengan Duta Palma Group.
Sebagai crazy rich Surabaya, Tjajadi bersaudara ini sempat membetot perhatian publik karena salah satu anaknya menggelar pernikahan dengan anggaran kabarnya mencapai Rp 1 triliun. Akan tetapi, bukan itu masalahnya. Persoalannya perusahaan Tjajadi bersaudara ini dinilai memperluas lahan perkebunan sawitnya dengan menggarap lahan negara tanpa izin terutama di Kalimantan Tengah.
Best Group
Analisis Greenpeace menyebut Best Group memiliki 9 perusahaan perkebunan dengan total 127.220 hektare berada dalam kawasan hutan. Lahan tersebut termasuk 6.210 hektare di dalam hutan lindung dan 539 hektare di dalam kawasan konservasi. Sementara catatan Save Our Borneo ada 11 perusahaan di bawah grup Best Agro yang beroperasi di Kalimantan Tengah seluas sekitar 192.850,16 hektare. Adapun 11 perusahaan itu adalah PT Bahaur Era Sawit Tama; PT Berkah Alam Fajar Mas; PT Karya Luhur Sejati; PT Surya Cipta Perkasa; PT Hamparan Sawit Bangun Persada; PT Tunas Agro Subur Kencana; PT Bangun Jaya Alam Permai; PT Hamparan Sawit Bangun Persada; PT Wana Sawit Subur Lestari; PT Bangun Jaya Alam Permai; PT Wana Sawit Subur Lestari.
Temuan Tempo menyebutkan PT Suryamas Cipta Perkasa (SCP) merupakan salah satu perusahaan yang mengajukan pemutihan lahan sawit mereka seluas 19.189 hektare ke KLHK. Di Seruyan, Kalimantan Tengah, Best Group menjadi salah satu perusahaan yang mendapatkan konsesi dari bupatinya ketika itu yakni Darwan Ali pada periode 2004-an. Konsesi tersebut tetap diberikan meski izin perkebunan kepada Best Group diduga telah memotong kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, yang sebelumnya dilindungi dari penebangan liar.
Bahkan ketika KLHK mendesak agar izin perkebunan Best Group tersebut dicabut, Darwan Ali bergeming. Pernyataan yang sama juga dilontarkan anggota Komisi IV DPR Daniel Johan pada medio 2016. Seperti yang diberitakan borneonews.com, Komisi IV DPR dipimpin Daniel Johan pernah melabrak perusahaan tersebut.
Ketika itu, Daniel mengkritik anak usaha Best Agro yang merupakan bagian dari Best Group karena masuk Taman Nasional Sabangau (TNS), kawasan yang dilindungi. Daniel mengaku heran perusahaan tersebut tidak punya HGU dan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) bisa bangun pabrik serta menabrak kawasan hingga total 80 ribu hektare. Begitupun hal-hal yang lain, sambung Daniel, perusahaan tersebut tidak bayar kewajiban pajak hanya karena tidak clear luasan izinnya, sehingga negara diperkirakan mengalami kerugian perekonomian.
Soal keberadaan Best Group ini, lembaga masyarakat sipil Save Our Borneo bersama koalisi mengaku pernah melaporkannya ke KLHK. Save Our Borneo berjanji akan mencari lagi data terkait laporan Best Group itu ke KLHK. “Seingat saya (lapor) hanya ke KLHK. Waktu itu suratnya lewat Walhi, Mas. Karena sekretariat koalisi saat itu kantor Walhi Kalteng,” kata admin Save Our Borneo lewat aplikasi perpesanan Whatsapp beberapa waktu lalu.
Sedangkan, berdasarkan penelusuran wartawan theiconomics, Best Group disebut pernah dilaporkan ke Jampidsus Kejagung pada periode 2020-an. Akan tetapi, belum diketahui perkembangan laporan tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, pihaknya menduga telah terjadi penguasaan dan pengelolaan perkebunan sawit dalam kawasan hutan secara melawan hukum dari 2005 hingga 2024. Tindakan tersebut pun dinilai merugikan keuangan atau perekonomian negara sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Apakah kasus ini melibatkan perusahaan sawit swasta seperti Best Group yang memiliki konsesi di Kalimantan Tengah? “Nanti kita lihat ya, penyidik baru mau memanggil dan memeriksa saksi-saksi. Apakah nantinya ada perusahaan swasta seperti (Best Group) yang disampaikan itu, kita lihat perkembangannya,” tutur Harli saat dihubungi lewat aplikasi perpesanan Whatsapp, Selasa (8/10).
Sebagai informasi berdasarkan berbagai sumber, Best Grup merupakan kelompok usaha sawit yang terintegrasi dari hulu hingga hilir yang berdiri sejak 1980-an. Best Grup sejak awal digawangi Winarno dan Winarto Tjajadi. Sedangkan, Rendra Tjayadi merupakan adik kedua orang itu.
Keluarga Tjajadi bersaudara disebut memiliki lebih dari 10 perusahaan yang bergerak di bisnis sawit di Indonesia. Bisnis sawit keluarga tersebut setidaknya ditopang oleh 3 entitas usaha yang meliputi PT Best Capital Investment, PT Best Agro International dan PT Best Industry Technology.
Leave a reply
