Inilah Peringkat Kredit Indonesia dari R&I dan S&P

0
515

Lalu lintas penumpang kereta api di Stasiun Pasar Senen/Dok. KAI

R&I juga memperkirakan ekonomi Indonesia akan pulih antara lain didukung oleh implementasi UU Cipta Kerja, peningkatan investasi dan pembiayaan infrastruktur yang diantaranya didorong oleh Sovereign Wealth Fund Indonesia (INA).

Daya tahan perekonomian Indonesia terhadap sektor eksternal dinilai dapat dipertahankan melalui kebijakan-kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah dan Bank Indonesia. R&I memproyeksikan defisit neraca transaksi berjalan 2021 dan beberapa tahun ke depan akan berada di sekitar 1-2% PDB, meningkat dari 0,4% PDB di tahun 2020, terutama didorong oleh pemulihan ekonomi dan peningkatan impor. Adapun likuiditas valas domestik dinilai dapat terjaga dengan mempertimbangkan bahwa cadangan devisa di level US$137,1 miliar di akhir Maret dan aliran modal asing yang cukup stabil.

Dalam jangka menengah, S&P optimistis tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di atas rata-rata negara peers. Potensi ini didorong oleh kebijakan reformasi struktural melalui pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang bertujuan untuk memperbaiki iklim usaha, penyederhanaan birokrasi, dan mendorong kinerja investasi. Selain itu, berbagai kemudahan di bidang perpajakan serta fleksibilitas kebijakan ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja dinilai dapat mendorong penciptaan lapangan kerja terutama di sektor manufaktur. Keputusan Pemerintah untuk mengesahkan UU Cipta Kerja di tengah kondisi krisis akibat pandemi merupakan bentuk terobosan untuk memperkuat ekonomi serta membuktikan komitmen pembuat kebijakan.

Baca Juga :   Webinar "BUMN Outlook 2022: Bagaimana Masa Depan Holding BUMN Sebagai Mercusuar Ekonomi Indonesia tahun 2022?"

Di sisi lain, S&P memberikan catatan pada tantangan yang dihadapi Indonesia dari sisi penerimaan terutama untuk mengembalikan rasio defisit fiskal ke 3% pada tahun 2023. S&P memproyeksikan konsolidasi fiskal akan berjalan secara gradual, defisit fiskal akan menyempit di 2021 menjadi 5,7% dan 4,2% di 2022.

Pemerintah diharapkan dapat menjaga komitmen untuk mengembalikan disiplin fiskal meskipun ketidakpastian akibat pandemi masih sangat tinggi. Namun demikian, R&I menilai Pemerintah sanggup melakukan konsolidasi fiskal dengan langkah-langkah strategis yang telah dipersiapkan serta merekomendasikan peningkatan basis pajak untuk mendukung upaya tersebut. R&I juga menilai bahwa kebijakan Bank Indonesia untuk membeli SBN Pemerintah di pasar primer di tahun 2020 dan menjadi standby buyer di tahun 2021 tidak akan mempengaruhi peringkat kredit Indonesia selama dilakukan secara temporer.

Keputusan lembaga pemeringkat mempertahankan peringkat kredit Indonesia merupakan pengakuan atas stabilitas makroekonomi dan prospek jangka menengah Indonesia yang tetap terjaga di tengah situasi pandemi Covid-19.

Halaman Berikutnya
1 2

Leave a reply

Iconomics
Close