Donald Trump Ungguli Kamala Harris pada Pemilu AS, Analis Perkirakan Suku Bunga akan Bertahan Tinggi
Hasil pemlihan umum Amerika Serikat yang digelar 5 November untuk sementara menunjukkan kemenangan Donald Trump. Pria yang sebelumnya sudah pernah menjadi Presiden Amerika Serikat ke-45 pada 2017-2021 itu bahkan sudah mendeklarasikan kemenangannya.
Melansir Associated Press pada pukul 16.30 WIB, Trump memperoleh 267 suara elektoral, tiga suara lagi untuk meraih kemenangan. Sementara, pesaingnya, Kamala Harris memperoleh 224 suara elektoral.
“Pasar bersiap untuk masa jabatan kedua Trump yang mengungguli Kamala Haris dalam pemilihan presiden 2024 dan berpotensi mempertahankan suku bunga tetap tinggi dan dolar tetap kuat di tahun-tahun mendatang serta kembali melonjaknya imbal hasil Treasury,” kata Ibrahim Assuaibi, analais pasar keuangan, sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka.
Menurut Ibrahim, bila terpilih kembali sebagai Presiden AS, Trump diperkirakan akan memberlakukan lebih banyak kebijakan inflasi, mengingat pendiriannya tentang perdagangan proteksionis dan imigrasi.
“Skenario seperti itu diperkirakan akan membuat suku bunga relatif lebih tinggi dalam jangka panjang,” kata Ibrahim.
Selain itu, tambah Ibrahim, prospek kemenangan Trump menghadirkan lebih banyak tekanan ekonomi pada Tiongkok. Trump telah berjanji untuk mengenakan tarif perdagangan yang tinggi pada Tiongkok, yang menandakan lebih banyak tekanan ekonomi pada negara itu saat bergulat dengan deflasi yang terus-menerus dan penurunan pasar properti yang berkepanjangan.
Dihubungi terpisah, praktisi pasar modal dan dosen Magister Ekonomi Universitas Atmajaya Jakarta dan Universitas Trisakti, Hans Kwee mengatakan, kemenangan Trump bukanlah kabar baik bagi pasar saham Indonesia dan seluruh dunia, kecuali bagi Amerika Serikat sendiri.
“Pasar saham Amerika cenderung positif, kemudian dolar juga menguat,” ujar Hans.
Hans mengatakan, pria 78 tahun itu pernah mengusulkan tarif 60% untuk produk-produk Tiongkok yang dimpor Amerika Serikat.
Kalau kebijakan tarif 60% itu nanti diterapkan Trump, menurut Hans, Tiongkok pasti tidak tinggal diam. Sehingga, perang dagang yang pernah digaungkan pada pemerintahan Trump sebelumnya dengan Tiongkok akan terulang lagi.
“Perang dagang pasti [menyebabkan] ekonomi global turun. Dalam jangka panjang, penurunan ekonomi global, enggak bagus bagi pasar saham. Pasar pasti terkoreksi, komoditas pasti turun,” ujar Hans.
Selain itu, pemerintahan Trump, kata Hans juga diperkirakan akan belanja lebih agresif, yang kembali mengerek inflasi Amerika Serikat.
“Artinya, Federal Reserve enggak bisa potong bunga lebih cepat. Tentu itu negatif lagi bagi emerging market termasuk Indonesia,” ujar Hans.
Di sisi lain, secara sektoral, Trump dikenal sebagai orang yang mendukung energi fosil. Ia pun menarik diri dari Paris Agreement, perjanjian untuk pegurangan emisi karbon.
“Tentu [kemenangan Trump] bagus bagi energi fosil, termasuk batu bara, itu cenderung positif. Tetapi bagi energi terbarukan akan cenderung negatif,” ujarnya.
Kemenangan Trump, tambah Hans juga akan positif bagi harga emas karena volatilitas akan meningkat sehingga emas akan dilirik investor sebagai aset safe haven.
“Bitcoin juga akan positif atas kemenangan Trump,” ujar Hans.
Pada perdagangan saham Rabu (6/11), Indeks Harga Saham Gabungan [IHSG] terkoreksi sebesar 1,44% ke level 7.383,86.
Sementara, nila tukar rupiah terhadap dollar AS ditutup melemah 84 point di level Rp15.832 dari penutupan sebelumnya di level Rp15.748.