
Mengapa Bank Indonesia Akhirnya Punya Nyali Memangkas BI Rate, Mendahului Keputusan The Fed?

Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia menyampaikan hasil RDG September pada Rabu (18/9)
Iconomics - Rapat Dewan Gubernur [RDG] Bank Indonesia pada 17-18 September 2024 akhirnya menurunkan suku bunga acuan BI Rate sebsar 25 basis poin menjadi 6%. Sejak RDG April, Bank Indonesia mempertahankan BI Rate pada level 6,25%.
Langkah Perry Warjiyo, dan kawan-kawan menrunkan BI Rate mendahului Federal Reserve (The Fed). Bank sentral Amerika Serikat itu pekan ini juga menggelar Federal Open Market Committee [FOMC] September, yang hasilnya diumumkan pada 19 September dini hari waktu Indonesia.
Selama ini, di tengah inflasi Indonesia yang rendah dan nilai tukar rupiah yang menguat, Bank Indonesia tak memangkas BI Rate karena masih menunggu The Fed memangkas Fed Fund Rate [FRR].
Lantas kenapa sekarang Bank Indonesia punya nyali menurunkan BI Rate, meski The Fed belum mengumumkan hasil FOMC?
Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia mengatakan, penurunan suku bunga FRR sudah semakin jelas. Bila bulan lalu, BI memperkirakan FRR turun dua kali pada tahun ini, yaitu mulai September dan kemudian pada Desember, asesmen terbaru BI dalam RDG September ini memperkirakan The Fed menurunkan FRR sebanyak tiga kali pada 2024 ini dan empat kali pada 2025.
Perry mengatakan, asesmen BI pada RDG September memperkirakan penurunan FRR pada 2024 ini terjadi pada September, November dan Desember, masing-masing sebesar 25 basis poin.
Saat ini, FRR berada pada level 5,25%-5,50%.
Tahun 2025, BI memperkirakan FRR turun empat kali pada triwulan I dan II.
“Dengan inflasi Amerika Serikat yang semakin jelas mengarah ke sasaran jangka panjang, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang melambat dan angka pengangguran yang tinggi, semakin ada kejelasan bahwa FRR akan turun September dan kemungkinan pada November dan Desember,” ujar Perry dalam konferensi pers, Rabu (18/9).
“Bulan depan kami akan menakar lagi dengan data-data yang baru,” tambahnya.
Selain sudah ada kejelasan penurunan FRR, Perry mengatakan, imbal hasil (yield) US Treasury tenor dua tahun juga saat ini menurun ke level 3,51%. Imbal hasil US Treasury 2 tahun ini, sebut Perry, berpegaruh pada keputusan investor asing untuk masuk ke instrumen serupa yang dimiliki BI yaitu Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Penurunan FRR ini membuat yield differential dengan obligasi di negara berkembang semakin tinggi sehingga mendorong aliran masuk investasi portofolio (inflow) dan melemahkan Dolar AS (USD).
Bank Indonesia mencatat, pada triwulan III 2024 (hingga 13 September 2024) net inflows sebesar US$10,1 miliar dolar AS yang terjadi pada seluruh instrumen keuangan domestik.
Dengan berbagai kondisi tersebut, Perry mengatakan, pemangkasa BI Rate tak perlu lagi menunggu pengumuman The Fed dalam FOMC September ini.
“Jadi, kami sudah menakar probabilitas-probabiltas itu sehingga tidak perlu menunggu [FR turun], sudah ada kejelasan. Bulan lalu belum ada kejelasan,” ujarnya.
Selain karena sudah ada kejelasan penurunan FRR, Bank Indonesia juga punya nyali menurunkan BI Rate karena nilai tukar Rupiah stabil bahkan menguat.
“Dengan langkah-langkah yang selama ini kita lakukan termasuk penerbitan SRBI, Rupiah itu menguat, sekarang sekitar 15.300-15.400. Dulu nilai tukar Rupiah pernah 16.500-16.700,” ujar Perry.
Perry mengatakan, sejak penerbitan pada September 2023 hingga sekarang, SRBI sudah dibeli investor asing sebesar Rp246,08 triliun.