Transformasi di Telkom, Anak Usaha yang Rugi akan Ditutup, Ada Juga yang Digabungkan

Kantor pusat Telkom Indonesia/Dok. Telkom
PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) terus melakukan transformasi di tengah kondisi bisnis telekomunikasi yang menghadapi berbagai tantangan yang makin berat.
Direktur Utama Telkom Indonesia, Dian Siswarini mengatakan sesuai dengan arahan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia), Telkom akan melakukan perampingan perusahaan (streamlining) sebagai salah satu bagian dari upaya transformasi itu.
“Sesuai dengan arahan Danantara kami akan melakukan streamlining portofolio. Jadi, saat ini kami sedang melakukan evaluasi anak perusahaan atau cucu perusahaan mana saja yang di dalam lima tahun terakhir itu boleh dibilang tidak memberikan kontribusi dalam masa penurunan (pendapatan), tidak memberikan value kepada kami, itu tentu yang akan mulai untuk di-swap,” ujar Dian dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Rabu (2/7).
Perampingan anak usaha juga dilakukan dengan cara penggabungan, baik dengan perusahaan lain di Telkom Group, mapun dengan anak perusahaan BUMN lainnya.
“Karena di level Danantara juga akan dilakukan hal seperti itu. Jadi, mungkin sekarang ada anak perusahaan properti bisa digabung dengan properti dari anak perusahaan BUMN yang lain,” ujarnya.
Perampingan perusahaan ini, kata Dian, sedang ditinjau oleh Direktur Strategic Portfolio PT Telkom Indonesia, Seno Soemadji.
“Supaya ke depannya Telkom Group ini bisa menjadi lebih ramping, lebih lincah dan lebih mengutungkan,” ujarnya.
Dalam paparannya di hadapan Komisi VI DPR RI, mantan Direktur Utama PT XL Axiata Tbk (EXCL) ini menyampaikan secara global, bisnis telekomunikasi saat ini memang menghadapi beragam tantangan bisnis yang makin berat, seperti tekanan disrupsi bisnis, stagnasi margin dan pertumbuhan pendapatan yang melandai. Tetapi di sisi lain, juga diiringi dengan tekanan capex yang meningkat.
Kondisi ini menyebabkan kapitalisasi pasar perusahaan telekomunikasi secara umum mengalami stagnasi.
Untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, menurut Dian, mayoritas pelaku industri telekomunikasi di dunia sedang mencari peluang bisnis yang lebih berkelanjutan dengan cara mencari sumber penghasilan yang baru.
Beberapa insiatif yang dilakukan, misalnya, ekspansi fiber optik dan 5G, Fixed Mobile Convergence (FMC), membangun Data Center dan juga melakukan transformasi operasional agar dapat menjalankan bisnis dengan lebih efisien.
Tren global ini, kata Dian, juga terjadi di Indonesia. Ia mengatakan, beberapa tahun terakhir, terjadi konsolidasi di industri seluler di Indonesia untuk mendapatkan struktur pasar yang lebih sehat. Hal itulah yang dilakukan oleh PT Indosat Tbk dan PT Hutchison 3 Indonesia pada 2021 dan terbaru XL dan Smartfren.
Selain konsolidasi, hampir semua operator seluler, kata Dian, juga memperkuat Fixed Mobile Convergence.
“Dan kami semua berencana untuk menuju perusahaan dengan aset yang ringan,” ujarnya.
Kondisi pada operator seluler ini, jelas Dian, juga diikuti oleh industri menara (tower) karena pertumbuhan pada bisnis menara mengikuti pertumbuhan bisnis para operator seluler.
“Industri sekarang yang masih tumbuh adalah infraco atau fiber dimana penetrasi fiber sekarang ini masih rendah sehingga potensi untuk berkembang di industri fixed atau fiber ini masih tinggi. Tetapi sekarang tentu saja model bisnis yang baru diperlukan dengan dukungan dari regulasi berbagai infrastruktur atau pun infra sharing,” ujarnya.
Bisnis Data Center di Indonesia, tambahnya, juga semakin ramai, dimana pemain Data Center global saat ini semakin meramaikan pasar Indonesia dengan mengadopsi AI, cloud dan green Data Center.
Apa yang Dilakukan Telkom?
Dengan kondisi industri yang menghadapi tantangan itu, Telkom, jelas Dian akan terus melakukan transformasi dengan mengembangkan bisnis non konektivitas sebagai upaya memperkuat dan memperbesar bisnis baru Telkom di luar Telkomsel.
Saat ini, pendapatan Telkom Group didominasi oleh Telkomsel, yaitu mencapai 73% dari total pendapatan.
Saat ini, 79% pendapatan Telkom Group, tambahnya, juga masih dikontribusikan dari segmen konektivitas.
Kontribusi pendapatan non konektivitas, kata Dian, memang sudah meningkat ke level 21%, dibandingkan 10 tahun lalu.
“Sehingga kedepannya strategi kami adalah bagaimana supaya untuk konektivitas yang merupakan basic market untuk Telkom dioptimalkan dan kemudian kami memperluas bisnis non konektivitas dengan terus berinovasi dan berekspansi sehingga pertumbuhan yang non konektivitas ini ke depannya akan lebih terakselerasi,” ujarnya.
Untuk mencapai rencana tersebut, jelasnya, harus didukung oleh struktur organisasi yang lebih tepat. Karena itu, saat ini Danantara meminta Telkom untuk bertransformasi dari holding operasi menjadi holding strategis.
“Perubahan ini diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan, meningkatkan nilai perusahaan, efisiensi struktur dan juga meningkatkan daya tarik investor,” ujarnya.
Untuk menjadi strategic holding, jelasnya, harus memperhatikan beberapa aspek, seperti melaksanakan perampingan struktur induk dan lini bisnis.
Selain itu, menajamkan fokus bisnis anak usaha agar lebih sehat dan tidak tumpang tindih. Kemudian, dilanjutkan dengan pengembangan bisnis yang sesuai dengan kompetensi utamanya agar dapat meningkatkan nilai perusahaan, mendapatkan kapabilitas yang dibutuhkan serta meningkatkan produktivitas.
“Untuk menjalankan aspirasi ini mungkin akan diperlukan berbagai aksi korporasi yang sekarang masih dalam taraf diskusi dan penyusunan dengan pihak Danantara,” ujarnya.
Leave a reply
