Anggota Komisi VII Minta Semua Pihak Cari Solusi soal Kelangkaan Batubara untuk PLN
PT PLN (Persero) dan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) atau IUPK diminta untuk duduk bersama mencari solusi jangka panjang agar permasalahan kekosongan batubara tidak terjadi lagi. Solusi itu dalam rangka memenuhi kebutuhan batubara untuk pembangkit listrik yang dimiliki PLN.
Anggota Komisi VII DPR Mukhtarudin mengatakan, pemerintah melarang ekspor batubara hanya bersifat sementara. Karena itu, PLN perlu melakukan kontrak jangka panjang dengan para pengusaha tambang sehingga kebijakan yang ditempuh pemerintah adil. Sebab, dari sisi pengusaha juga penting dalam rangka mengejar devisa negara.
Karena itu, kata Mukhtarudin, yang penting semua pihak bersama-sama mencari solusi terbaik sehingga tidak ada yang dirugikan dengan terbitnya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 yang mengatur kewajiban pelaku usaha untuk memasok 25% dari total produksi batubara untuk kebutuhan dalam negeri.
“Jadi harus ada solusi jangka panjang yang membuat semua pihak tidak dirugikan. Jangan seperti pemadam kebakaran. Ada api terus disirami. Intinya ada solusi jangka panjang. Sementara pengusaha wajib menjual sesuai ketentuan DMO sehingga kebutuhan batubara dalam negeri bisa terpenuhi. Jadi semuanya nyaman,” tutur Mukharudin saat dihubungi, Kamis (6/1).
Sebelumnya, pemerintah melarang ekspor batubara untuk sementara. Larangan ekspor tersebut dilakukan untuk mengantisipasi krisis listrik karena kekurangan bahan bakar pembangkit listrik.
Pelarangan ekspor batubara itu mulai berlaku sejak 1 hingga 31 Januari 2022 bagi pemegang IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B. Bila tidak dihentikan ekspornya, kurangnya pasokan ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PT PLN (Persero), mulai dari masyarakat umum hingga industri di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali.
“Kenapa semuanya dilarang ekspor? Terpaksa dan ini sifatnya sementara. Jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 megawatt (MW) akan padam. Ini berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional,” kata Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Jamaludin beberapa waktu yang lalu.