Fraksi Demokrat Desak Audit Proyek Kereta Cepat karena Anggarannya Membengkak

0
402
Reporter: Rommy Yudhistira

Fraksi Demokrat mendesak lembaga yang berwenang untuk mengaudit proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang dinilai mengalami pembengkakan anggaran dari yang direncanakan semula. Audit itu penting lantaran anggaran proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung melonjak dari US$ 6,07 miliar atau sekitar Rp 86,5 triliun menjadi US$ 8 miliar atau setara Rp 114,24 triliun.

“Sebaiknya diaudit dan dilakukan review menyeluruh. Jangan sampai ada penyalahgunaan investasi hingga bengkak,” tulis Ketua Fraksi Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas lewat akun Twitter-nya @Edhie_Baskoro, Senin (11/10).

Kebijakan fiskal nasional, kata Ibas, tidak serta-merta digunakan hanya dialokasikan untuk penyertaan modal negara (PMN). Karena itu, pemerintah dalam hal ini badan usaha milik negara (BUMN) untuk mempertimbangkan kembali langkah-langkah yang diambil sebelum memutuskan pembiayaan proyek kereta cepat itu.

“Fiskal negara tidak bisa terlalu banyak hanya untuk PMN terus menerus. Juga harus dihitung cost dan manfaatnya untuk BUMN,” ujar Ibas.

Karena itu, kata Ibas, pihaknya berharap proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tidak mengalami pembengkakan yang lebih dalam. Sebab, itu dapat memberikan dampak negatif atas jalannya proyek yang diproyeksikan oleh pemerintah akan rampung pada 2022 mendatang.

Baca Juga :   Penyelenggara Pemilu Diminta Tidak Timbulkan Polemik, Rakyat Butuh Kepastian

“Semoga tidak makin dalam dan mangkrak,” kata Ibas.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, BUMN tidak akan melakukan penambahan anggaran proyek kereta cepat sebelum mendapat laporan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Kami dari Kementerian BUMN sudah minta audit BPKP. Audit dulu, baru ditetapkan angka yang dibutuhkan untuk menyelesaikan KCIC,” ujar Arya pada Minggu (10/9) kemarin.

Selain itu, kata Arya, penambahan PMN kepada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan berjalan sebagaimana yang ditargetkan. Untuk itu, BUMN melibatkan BPKP sebagai pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan audit dalam proyek tersebut.

“Tidak ada yang kelebihan anggaran atau akibat ini itu. Kita jaga. Tidak ada potensi korupsi, potensi penyelewengan tidak akan kita akomodir,” ujar Arya.

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 sebagai pengganti Perpres 107 Tahun 2015. Salah satu pasal yang diubah dalam Perpres tersebut yakni mengenai pendanaan.

“Pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal,” demikian bunyi Pasal 4 ayat 2 Perpres Nomor 93/2021.

Baca Juga :   Bisa Dipalsukan, Anggota Komisi XI Minta BI Awasi dan Evaluasi Penggunaan QRIS

Sedangkan pada Perpres 107 Tahun 2015 Pasal 4 ayat 2 berbunyi “Pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta tidak mendapatkan jaminan Pemerintah.”

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics