Komisi II DPR Minta Penjelasan Kementerian ATR/BPN Mengapa Pagu Indikatif 2023 Turun

0
480
Reporter: Rommy Yudhistira

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil diminta menjelaskan secra detail penurunan pagu indikatif Kementerian ATR/BPN untuk 2023. Komisi II menilai penjelasan tersebut penting untuk mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi di ATR/BPN.

“Jadi apakah dasar perhitungan sehingga dari Rp 8 triliun menjadi Rp 7,4 triliun ini ada hal-hal yang barangkali krusial dan perlu disampaikan kepada kami, sehingga angka itu menjadi turun,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Syamsurizal di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (2/6).

Syamsurizal mengatakan, berdasarkan asumsi harga minyak mentah (ICP) yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu seharusnya angka pendapatan negara meningkat. Apalagi ICP yang sebelumnya dipatok sebesar US$ 63 per barel bergeser menjadi US$ 100 per barel.

“Walaupun diganti dengan subsidi minyak yang dijual kepada masyarakat, tapi tetap ada saving untuk penerimaan negara. Jadi penerimaan negara itu menjadi besar. Ketika itu terjadi, angka yang dianggarkan untuk dana tahun 2023 dari Kementerian ATR ini kok turun?,” ujar Syamsurizal.

Baca Juga :   Anggota Komisi IX Ini Pertanyakan Hasil Vaksin 2 Kali Covid-19 untuk Antibodi

Soal itu, Menteri ATR/BPN  Sofyan Djalil mengatakan, meski pendapatan negara bertambah karena harga minyak dunia naik, tapi tidak mengubah fakta bahwa Indonesia masih mengimpor bahan bakar minyak (BBM) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Produksi minyak dalam negeri, kata Sofyan, hanya mampu menghasilkan 700 ribu barel, sedangkan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan sebanyak 1,7 juta per barel. Atas dasar itu, pemerintah memutuskan untuk mengimpor BBM.

“Tapi kita ada tambahan produksi migas sekitar 1 juta barel equivalent. Tetapi masih lebih banyak yang kita konsumsi daripada kita produksi. Dengan kata lain, Indonesia sekarang sudah merupakan net impor BBM,” kata Sofyan.

Adanya penetapan defisit maksimum 3% yang ditetapkan pemerintah dalam RAPBN 2023, kata Sofyan, menjadi landasan dasar penurunan pagu indikatif Kementerian ATR/BPN. Pasalnya, dalam 2 tahun terakhir kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi pandemi Covid-19 mempengaruhi tingkat penetapan defisit yang berpengaruh terhadap pagu indikatif kementerian/lembaga.

“Pemerintah diberikan undang-undang spesial boleh menambah utang luar negeri, sehingga pagu anggarannya bisa lebih besar untuk dialokasikan kepada Covid. 2023 tidak bisa lagi, sehingga kembali lagi defisitnya maksimum 3%,” katanya.

Baca Juga :   Nusron Wahid Minta Erick Thohir Selesaikan soal Dana Pensiun Pegawai PTPN IX

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics