Pemerintah Perlu Maksimalkan Produksi Kedelai agar Tak Bergantung Impor

0
713
Reporter: Rommy Yudhistira

Serikat Petani Indonesia (SPI) menilai potensi kedelai varietas lokal cukup baik di tengah melonjaknya harga kedelai global. Namun, para petani justru menganggap kedelai bukan sebagai komoditas yang menarik.

Meski harga kedelai di kisaran Rp 1.500 per kilogram, menurut Ketua Umum SPI Henry Saragih, bagi petani lokal harga itu masih jauh dari ideal. Soalnya, biaya pengolahan lahan cukup tinggi, seperti pupuk dan lainnya.

“Oleh karenanya, penting untuk mengatasi kendala-kendala produksi yang ada saat ini (pupuk, sewa tanah, dan lainnya) sehingga produktivitas naik,”  kata Henry dalam keterangan resminya, Rabu (23/3).

Henry mengatakan, produksi petani kedelai sebenarnya mampu memenuhi 70% hingga 75% kebutuhan nasional. Selepas keikutsertaan Indonesia dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 1995 dan Letter of Intent IMF 1998, kedelai impor menjadi sumber utama untuk memenuhi kebutuhan nasional dan kondisi tersebut terus bertahan sehingga menjadi ketergantungan impor.

“Produktivitasnya masih di bawah rata-rata, harga juga fluktuatif dan cenderung rendah dibandingkan tanaman-tanaman lainnya seperti padi,” kata Henry.

Baca Juga :   Soal Pengadaan KRL Bekas, Ini Saran Wakil Ketua Komisi VII kepada PT KCI, Apa Itu?

Tindakan untuk menggenjot produktivitas melalui program padi, jagung, dan kedelai (Pajale) yang dicanangkan pemerintah, kata Henry, masih belum maksimal karena cara penanamannya masih di tanah yang sama. Para petani cenderung memilih menanam padi bersama jagung, dibandingkan menanam kedelai.

“Hal itu terjadi karena menanam padi yang diselingi dengan jagung, lebih mudah ketimbang padi dengan kedelai, sehingga dirasa kurang menguntungkan bagi petani. Belum lagi ancaman konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian yang cukup tinggi, sehingga ketersediaan tanah untuk bertani sebagai faktor produksi utama juga semakin berkurang,” ujar Henry.

Pemerintah karena itu, kata Henry, perlu mengambil tindakan melalui kebijakan yang menekankan kedaulatan pangan dengan mendorong produksi dalam negeri untuk memutus ketergantungan impor. Dan itu bisa dimulai dengan melaksanakan komitmen reforma agraria, redistribusi tanah bagi petani yang tidak memiliki lahan, sehingga kebutuhan akan tanah sebagai faktor produksi dapat diatasi.

“SOP budidayanya seperti apa, daerah-daerah mana yang berpotensi juga belum terpetakan secara maksimal. Termasuk juga mengenai harga, perlu diatur bagaimana skema agar ada subsidi ataupun jaminan harga yang layak bagi petani,” kata Henry.

Baca Juga :   Jokowi Sambut Baik Peresmian Pabrik Amonium Nitrat Kolaborasi 2 BUMN di Kaltim

Menurut Henry, Badan Pangan Nasional (BPN) perlu diberi kewenangan tambahan lewat peraturan presiden agar bisa berperan memutus ketergantungan pangan, mulai dari perencanaan pangan nasional, produksi dan distribusi, hingga koordinator antar-kementerian/lembaga. Ini perlu dilakukan sebagai jalan keluar persoalan pangan agar tak bergantung pada impor.

“Di sisi lain, penguatan peran petani juga mesti menjadi hal yang dikerjakan pertama. Sebagai langkah mencapai kedaulatan pangan, peran keluarga petani mesti diutamakan ketimbang korporasi maupun food estate,” katanya.

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics