Akademisi Ungkap Tantangan SDM yang Cocok dengan Ekonomi dan Keuangan Syariah
Pemerintah perlu melakukan program peningkatan sumber daya manusia (SDM) di bidang ekonomi perbankan dan keuangan syariah. Nur Hidayah selaku Associate Peneliti INDEF dan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah memaparkan bahwa data masterplan ekonomi keuangan syariah 2019-2024 mencatat masih minimnya jumlah lulusan tenaga ahli yang tersertifikasi, yakni hanya 231 orang pada 2018.
“Kemudian statistik perbankan juga menunjukkan adanya permasalahan di sisi kesesuaian kualifikasi pendidikan dengan bidang tugas. Hanya sekitar 9,1% pegawai keuangan syariah yang berlatar belakang pendidikan ekonomi syariah. Artinya, 90% supply tenaga kerja perbankan dan keuangan syariah bukan berasal dari prodi (program studi) ilmu ekonomi dan keuangan syariah,” kata Nur Hidayah dalam keterangan resminya.
Ia menekankan perlunya perombakan kurikulum ekonomi dan keuangan syariah agar lebih match dengan kebutuhan industri keuangan dan ekonomi syariah. Ia mengatakan perombakan itu dilakukan antara lain dengan mendesain kurikulum yang memadai untuk mengintegrasikan bobot ilmu ekonomi syariah dengan ilmu ekonomi keuangan dan perbankan murni sehingga lulusan memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan, tidak hanya ilmu syariah tapi juga ilmu murni ekonomi keuangan dan perbankan,” katanya.
Associate Peneliti Indef dan Anggota DPR RI 2014-2019, Hakam Naja melihat bahwa selalu ada ketimpangan antara standar Kementerian Pendidikan yang selalu lebih tinggi dibanding standar di Kementerian Agama.
Saat ini, ada ruang kosong, masterplan ekonomi keuangan syariah yang disusun oleh Bappenas berlaku untuk 2019-2024. Namun, untuk 2025–2030 belum memiliki masterplan lanjutan.
“Dalam SGIE (State of Global Islamic Economy), government leadership punya pemeringkatan tersendiri. Menduduki peringkat pertama dalam government leadership SGIE adalah Malaysia. Kedua, Saudi Arabia. Lalu Indonesia, dan keempat, Uni Emirat Arab. Itu artinya government leadership memang menjadi kunci,” tegasnya.
Wakil Rektor Universitas Paramadina, Handi Risza juga menyatakan perlu diperjelas lagi bahwa Indonesia sebagai negara produsen atau konsumen dalam pembangunan ekonomi keuangan syariah.
“Karena sudah terjadi saat ini, produk-produk UMKM saja banyak dimasuki oleh produk impor dari China. Padahal ditilik lebih jauh, produk-produk itu bisa menjadi potensi ekonomi keuangan syariah dan industri halal dalam negeri,” papar Handi.
“Saat ini, bagaimana agar kita meningkatkan skala produktivitas dari skala mikro, ultra mikro, small business, medium business sampai pada skala korporasi. Padahal kita sudah memiliki instrumen yang sangat lengkap misalnya untuk usaha mikro dan ultra mikro sudah ada social finance. Skala medium ada BMT, BPRS dll, untuk korporasi telah ada bank bank syariah. Jadi, tinggal lagi bagaimana menjalankannya secara bersama sama,” tutur Handi.
Ia juga menegaskan perlunya dorongan dan dukungan investasi SDM di bidang ekonomi dan keuangan syariah. Apalagi bila sumber daya SDM ekonomi syariah berasal dari lembaga pendidikan sarjana ekonomi syariah.