Bank Indonesia Turunkan Suku Bunga Acuan 25 Basis Poin
Bank Indonesia (BI) kembali melonggarkan kebijakan moneternya setelah mencermati kondisi ekonomi global dan domestik dalam beberapa bulan terakhir. Kini ruang penurunan suku bunga semakin sempit.
“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 17-18 Februari 2021, memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 3,5%; suku bunga Deposit Facility juga turun 25 basis poin menjadi sebesar 2,75%, demikian juga suku bunga Lending Facility turun 25 basis poin menjadi sebesar 4,25%,” ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, saat konferensi pers, Kamis (18/2).
Ini merupakan level terendah baru suku bunga kebijakan Bank Indonesia semenjak bank sentral Indonesia ini menggunakan ketiga suku bunga tersebut sebagai acuan kebijakan moneternya pada pada 19 Agustus 2016.
Sebelumnya, pada RDG Desember 2020 dan Januari 2021 lalu, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan pada posisi masing-masing 3,75%; 3% dan 4,50%.
Perry mengatakan keputusan untuk menurunkan suku bunga acuan pada RDG Februari ini konsisten dengan perkiraan inflasi yang tetap rendah dan stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga, serta sebagai langkah lanjutan untuk mendorong momentum pemulihan ekonomi nasional.
RDG Bank Indonesai memperkirakan perekonomian global diperkirakan semakin membaik sejalan dengan implementasi vaksinasi Covid-19 di banyak negara serta berlanjutnya stimulus kebijakan fiskal dan moneter. Pemulihan ekonomi global yang lebih tinggi di negara maju ditopang terutama oleh Amerika Serikat (AS), sedangkan di negara berkembang didorong oleh perbaikan ekonomi Tiongkok dan India. Pertumbuhan ekonomi global pada 2021 diprakirakan mencapai 5,1%, lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya sebesar 5,0%.
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kisaran 4,3%-5,3%, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya pada kisaran 4,8%-5,8% sejalan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2020.
Perry mengatakan dengan penurunan suku bunga acuan pada RDG 17-18 Februari ini, ruang untuk kembali menurunkan suku bunga semakin sempit. Tetapi opsi lain untuk mendorong pemulihan ekonomi masih tersedia.
“Pilihan lainnya apa? Yaitu dengan quantitative easing, dengan pelonggaran kebijakan makro prudential, dengan nilai tukar yang stabil dan terutama juga dengan digitalisasi sistem pembayaran untuk ekonomi keuangan digital yang berkembang sangat cepat. Ini akan bisa mendorong pemulihan ekonomi nasional khususnya dari sektor ritel dan UMKM,” ujar Perry.