Bank Masih Pelit Kasih Pinjaman ke Perusahaan Pembiayaan
Perusahaan pembiayaan masih sulit mendapatkan pinjaman atau pendanaan dari perbankan. Meski demikian, tahun ini pendanaan dari perbankan untuk perusahaan pembiayaan diperkirakan masih tumbuh positif.
Yustianus Dapot, Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan per Januari 2021 lalu, pendanaan yang diperoleh perusahaan pembiayaan mengalami kontraksi sebesar 17,2% YoY menjadi Rp280,1 triliun.
Penurunan yang dalam ini, menurut Yustinus terjadi karena kebijakan perbankan yang masih sangat selektif dalam melakukan pencairan pinjaman kepada industri pembiayaan.
“Mungkin teman-teman di industri pembiayaan lebih tahu bagaimana sulitnya perusahaan pembiayaan mengajukan restrukturisasi kepada krediturnya terutama perbankan. Kami juga banyak mendapatkan informasi mengenai hal ini. Dengan berjalannnya waktu kami harapkan itu dapat diselesaikan dengan baik antara perusahaan pembiayaan dengan para krediturnya,” ujar Yustianus dalam webinar yang digelar Iconomics, Kamis (25/3).
Berdasarka rencana bisnis perusahaan pembiayaan yang disampaikan ke OJK, pendanaan perusahaan pembiayaan pada tahun ini diperkirakan turun 1,9%. Meski secara keseluruhan turun, pendanaan dari perbankan diperkirakan masih tumbuh positif yaitu sebesar 4,1%. Pendanaan dari pasar modal tumbuh lebih kencang yaitu sebesar 5,3%.
Sementara itu, pendanaan dari pinjaman luar negeri turun sebesar 15,2%. “Ini yang digantikan dengan penerbitkan surat berharga dan juga perbankan dalam negeri,” ujar Yustianus.
Menurutnya, perbankan diperkirakan masih akan mengucurkan lebih banyak pendanaan kepada perusahaan pembiayaan pada tahun ini, asalkan perusahaan pembiayaan dapat menjaga kinerjanya dengan baik.
Untuk mendukung penguatan pendanaan bagi perusahaan pembiayaan, melalui POJK No.58/POJK.05/2020, OJK telah memberikan relaksasi untuk penerbitan efek bersifat utang tidak melalui penawaran umum. Sebelumnya, dalam POJK No.35/POJK.05/2018, penerbitan efek bersifat utang tidak melalui penawaran umum hanya bisa dilakukan oleh perusahaan pembiayaan dengan ekuitas di atas Rp200 miliar. Dengan relaksasi ini, ketentuan ekuitas dikurangi menjadi Rp100 miliar ke atas.
Selain itu, dalam POJK No.58/POJK.05/2020, jangka waktu pelaporan kepada OJK untuk penerbitan efek bersifat utang tidak melalui penawaran umum dipersingkat menjadi dua bulan sebelum penerbitan, dimana sebelumnya itu harus sudah dilaporkan 6 bulan sebelum penerbitan. “Ini untuk mempercepat,” ujar Yustianus.
Kemudian, untuk penerbitan efek bersifat utang dengan nilai dibawah Rp100 miliar, tidak perlu lagi memenuhi ketentuan harus melakukan pemeringkatan dari perusahaan rating yang memiliki izin dari OJK dengan hasil investment grade dan hasil pemeringkatan itu ditinjau secara berkala minimal sekali setahun. Ketentuan soal pemeringkatan ini hanya untuk penerbitan efek yang bersifat uang dengan nilai diatas Rp100 miliar.