Beban Nasabah Asuransi Kesehatan Tambah Berat, Premi Naik Terus, Ikut Bayar Pula Bila Terjadi Risiko

0
142

Cara pintas ditempuh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perusahaan asuransi untuk menekan meningkatnya klaim akibat inflasi medis. Tak hanya premi dinaikkan secara berkala, nasabah juga ikut menanggung pembayaran klaim saat terjadi risiko.

Dalam Surat Edaran (SE) OJK Nomor 7 Tahun 2025, lembaga itu mewajibkan perusahaan asuransi untuk menerapkan pembagian risiko (co-payment) yang ditanggung oleh Pemegang Polis, Tertanggung atau Peserta.

SE yang terbit pada 19 Mei itu menetapkan nasabah asuransi akan membayar 10% dari total pengajuan klaim.

Namun, pembayaran yang ditanggung oleh nasabah asuransi tersebut dibatasi Rp300.000 untuk rawat jalan dan Rp3 juta untuk rawat inap per pengajuan klaim. 

Meski demikian, SE OJK itu juga membuka celah bagi perusahaan asuransi menetapkan batas maksimum biaya yang ditanggung nasabah itu lebih tinggi.

Disebutkan dalam SE OJK itu,  “Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, dan Unit Syariah pada Perusahaan Asuransi dapat menerapkan batas maksimum yang lebih tinggi sepanjang disepakati antara Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, dan Unit Syariah pada Perusahaan Asuransi dengan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta serta telah dinyatakan dalam Polis Asuransi.”

Baca Juga :   Siap-siap Buat IJK yang Bandel, OJK Terbitkan POJK Perintah Tertulis

Pelaku industri tentu saja menyambut positif aturan anyar OJK ini karena akan mengurangi beban klaim yang mereka bayarkan kepada nasabah.

Lagi pula, kata Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), mekanisme co-payment ini bukan hal yang baru.

Menurut dia, di banyak negara sudah banyak diterapkan mekanisme co-payment dalam pembayaran klaim asuransi kesehatan.

Bahkan, ia mengklaim, sejumlah produk asuransi, baik kesehatan maupun asuransi umum di Indonesia selama ini juga sudah menerapkan mekanisme co-payment.

 “Ada beberapa polis asuransi yang kesepakatan nasabah dengan si penanggungnya, hanya membayar sekian persen. Penanggung atau perusahaan asuransi bayar misalnya 80-90%. Sisanya, dibayar oleh yang bersangkutan. Jadi, ini sebetulnya bukan sesuatu yang baru,”ujar Budi dalam konferensi pers, Rabu (4/6).

Budi menepis anggapan bahwa mekanisme co-payment ini memberatkan nasabah asuransi kesehatan di Indonesia.

“Seumpama, ada dua program asuransi. Tidak mesti kesehatan. Mobil, kesehatan atau pun yang lain. Terus perusahaan asuransi kasih pilihan. Mau 100% ditanggung atau mau yang kami tanggung 90%? 10%-nya (ditanggung) nasabah. Jawabannya (nasabah) pasti yang 100%. Kalau preminya sama. Pertanyaannya, preminya akan sama enggak? Enggak,” ujarnya.

Baca Juga :   20 Dana Pensiun Tercepat Diapresiasi OJK

“Logikanya mengatakan, para aktuaris akan mengeluarkan ketentuan yang berbeda, termasuk pricing yang berbeda antara yang ditanggung penuh 100% dengan yang 90%,” tambahnya. 

Selain itu, tambah Budi, meski co-payment yang ditanggung nasabah ini ditetapkan sebesar 10%, tetapi di sisi lain, SE OJK itu juga membatasi nilai yang dibayarkan oleh nasabah maksimal Rp300.000 untuk rawat jalan dan Rp3 juta untuk rawat inap.

Budi mengklaim, dengan adanya mekanisme co-payment ini, premi asuransi juga akan lebih terjangkau oleh nasabah.

“Memang akan ada co-payment, tetapi preminya akan lebih terjangkau,” ujarnya.

Namun, mengutip SE OJK, OJK juga menyatakan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, dan Unit Syariah pada Perusahaan Asuransi memiliki kewenangan untuk meninjau dan menetapkan Premi dan Kontribusi kembali (repricing) pada saat perpanjangan Polis Asuransi berdasarkan riwayat klaim Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta dan/atau tingkat inflasi di bidang kesehatan.

Artinya, perusahaan asuransi akan secara berkala bisa saja menaikkan tarif premi asuransi.

Budi tak menampik hal itu. Menurutnya, memang pada saat polis jatuh tempo, ada “peluang besar kenaikan premi.”

Baca Juga :   Harga Saham Perbankan Turun Tajam, OJK: Kinerja Fundamental Tetap Solid

Namun, ia mengklaim kenaikan premi itu “tidak sebesar sekarang.”

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics