Beras Impor Banjiri Indonesia, Badan Pangan Nasional Jamin Tak akan Rugikan Petani

0
63

Badan Pangan Nasional (Bapanas) memastikan impor beras yang dilakukan pemerintah tidak akan merugikan petani.

Direktur Distribusi dan Cadangan Makanan Bapanas, Rachmi Widiriani, menjelaskan impor beras dilakukan untuk menjaga ketersediaan pangan nasional dan stabilitas harga beras di pasaran.

Impor ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi produksi beras nasional yang mengalami kontraksi selama delapan bulan terakhir.

“Cadangan pangan pemerintah dari impor tahun 2023 digunakan untuk intervensi pasar, seperti bantuan sosial dan operasi pasar,” jelas Direktur Distribusi dan Cadangan Makanan Bapanas, Rachmi Widiriani, dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema ‘Persiapan Ramadhan, Kondisi Harga Bahan Pokok’, Senin (4/3).

Ia menegaskan, beras yang telah diimpor juga tidak akan langsung dilepas ke pasar, tetapi akan disimpan oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk intervensi pasar di saat harga melambung tinggi seperti sekarang.

Menurutnya, dengan cadangan pangan nasional, pemerintah berencana untuk melakukan distribusi yang gencar agar pasar lokal dipenuhi dengan pasokan bahan pangan yang cukup dan terjangkau, khususnya menjelang Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 1445 H.

Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa pasar lokal memiliki pasokan bahan pangan yang cukup dan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Ketersediaan yang memadai ini diharapkan dapat menjaga stabilitas harga dan memenuhi kebutuhan konsumsi selama periode penting ini.

Dengan demikian, masyarakat dapat menjalankan ibadah puasa dan merayakan Lebaran tahun ini dengan tenang dan nyaman, tanpa kekhawatiran akan kekurangan bahan pangan atau kenaikan harga yang tiba-tiba.

Baca Juga :   Badan Pangan Nasional Siapkan Penguatan Tata Kelola Jagung Nasional

Dalam rangka mengurangi kekhawatiran para petani, Rachmi juga menekankan bahwa Bulog akan menyerap hasil panen petani terlebih dahulu saat musim panen tiba nanti. Bulog akan membeli produk petani dengan harga tinggi agar tidak merugikan petani.

“Saat panen raya, Bulog tetap membeli produk petani dengan harga yang menguntungkan. Kita ingin menjaga keseimbangan antara kesejahteraan petani dan daya beli konsumen,” ujar dia.

Rachmi menambahkan, Bapanas juga terus memantau harga gabah di tingkat petani dan memastikan harga gabah tetap tinggi.

Saat ini, harga gabah di tingkat petani mencapai Rp8.000 per kilogram, dengan NTP (Nilai Tukar Petani) 120, yang merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah.

“Meskipun harga gabah tinggi, harga beras di pasaran harus tetap terjangkau bagi konsumen. Cadangan beras pemerintah ini berfungsi untuk menyeimbangkan harga di pasaran,” jelas Rachmi.

Bapanas berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara kesejahteraan petani dan daya beli konsumen. Bapanas juga terus mengupayakan berbagai langkah untuk menjaga ketahanan pangan nasional.

Berapa beras yang sudah diimpor?

Dalam beberapa tahun terakhir, beras impor terus masuk ke Indonesia. Tahun 2024 ini, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menerbitkan izin impor beras untuk Bulog sebanyak 3,6 juta ton.

Sepanjang Januari-Februari 2024, menurut laporan Kementerian Perdagangan, Bulog sudah merealisasikan impor beras sebanyak 600 ribu ton.

Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari 2024, nilai impor beras mencapai US$279,2 juta, naik 135,12% bila dibandingkan nilai impor beras pada Januari 2023 yang sebesar US$118,7 juta.

Baca Juga :   Kepala Badan Pangan Nasional Ungkapkan Kesiapan Pasokan Daging Menghadapi Hari Besar Keagamaan

Impor beras tersebut utamanya berasal dari Thailand senilai US$153 juta, kemudian dari Pakistan senilai US$79,3 juta, dan dari Myanmar senilai US$23,98 juta.

Sepanjang 2023, masih menurut data BPS, Indonesia mengimpor beras sebanyak 3,06 juta ton, tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Volume impor beras pada tahun 2023 ini naik 613,6% atau 7 kali lipat dibandingkan impor beras tahun 2022 yang sebesar 429,21 ribu ton.

Dua negara dengan porsi terbesar impor beras ke Indonesia selama tahun 2023 adalah Thailand yaitu sebesar 1,4 juta ton atau mencakup 45,12% dari total impor beras. Kemudian, diikuti oleh Vietnam sebesar 1,1 juta ton atau 37,47% dari total impor beras sepanjang tahun 2023.

Tantangan perubahan iklim

Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar Pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan. Dengan kondisi cuaca yang semakin ekstrim dan tidak terduga, sektor pertanian menghadapi risiko tinggi gagal panen yang dapat mengancam pasokan dan ketahanan pangan nasional.

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Prof. Dr. Ir. Ahmad Muslim, M.Agr., mengatakan mitigasi perubahan iklim menjadi kunci penting dalam menjaga ketahanan pangan.

“Mitigasi perubahan iklim itu penting terkait hubungannya dengan ketahanan pangan. Karena perubahan iklim saat ini sangat mempengaruhi pertanian,” katanya dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Persiapan Ramadan, Kondisi Harga Bahan Pokok’, Senin (4/3).

Ia juga melihat perubahan iklim menjadi salah satu faktor utama yang membuat Indonesia rentan terhadap penyakit tanaman padi. Oleh karena itu, diversifikasi beras dengan varietas yang lebih sehat juga perlu dipertimbangkan.

Baca Juga :   Badan Pangan Siapkan Strategi Cegah Fluktuasi Harga DOC, Telur dan Daging Ayam

Lebih lanjut dia mengatakan, terkait kelangkaan beras yang terjadi akhir-akhir ini sebagai akibat dari kurangnya mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Dampak El Nino, erupsi gunung berapi, bencana banjir, limbah, dan perubahan suhu tidak disikapi dengan baik sehingga menyebabkan kegagalan panen.

“Belum lagi perubahan suhu yang menyebabkan wabah penyakit pada komoditas-komoditas tertentu. Kalau kita memitigasi, kita bisa mengantisipasi sebelum wabah penyakit itu muncul,” tambahnya.

Salah satu mitigasi yang bisa dilakukan pemerintah, yakni dengan melakukan berbagai inovasi, misalnya menciptakan bibit unggul yang tahan terhadap cuaca dan wabah. Hal itu penting untuk dilakukan karena mayoritas petani dan peternak di Indonesia masih melakukan semua proses pertanian maupun peternakan dengan cara-cara tradisional.

Selain mitigasi, Prof Muslim juga mengungkapkan pentingnya pemerintah Indonesia memperluas lahan tanam padi. Sebab lahan tanam yang ada saat ini tidak mencukupi kebutuhan masyarakat.

“Produksi utama beras kita masih rendah. Luas lahan tanam kita di angka 10,2 juta hektare. Padahal idealnya, luas lahan padi itu 500 meter persegi per kapita. Artinya kita, butuh sekitar 14 juta hektare, baru kita bisa memenuhi swasembada pangan,” ujarnya.

Untuk mencukupi kebutuhan pangan, Prof Muslim menambahkan, selain strategi jangka pendek, pemerintah perlu mengambil strategi jangka panjang. Misalnya mengembalikan pertanian menjadi program strategis pemerintah.

“Kalau kita lihat, kementerian pertanian tidak termasuk ke dalam 10 kementerian dengan anggaran besar. Padahal kita butuh program-program strategis berkelanjutan untuk menjaga ketahanan pangan,” ujarnya.

Leave a reply

Iconomics