Hasil Verifikasi dan Validasi; Tagihan Pemegang Polis Wanaartha Life Mencapai Rp11,2 Triliun, Bagaimana Membayarnya?

1
306

Tim Likuidasi PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) atau PT WAL (Dalam Likuidasi/DL)  mengumumkan total tagihan kreditor, karyawan dan pemegang polis perusahaan asuransi tersebut mencapai Rp11,2 triliun. Jumlah tagihan tersebut berasal dari 11.001 orang dan 23.465 polis.

“Namun, angka ini mohon dicatat masih dapat berubah tergantung masukan dan saran dari OJK,” ujar ketua Tim Likuidasi PT WAL, Harvardy M. Iqbal dalam pertemuan dengan pemegang polis pada Jumat (29/9) lalu.

Harvardy menjelaskan data tagihan tersebut diperoleh dari hasil verifikasi yang dilakukan oleh Tim Likuidiasi dan hasil audit Agreed-upon procedures (AUP) Validiasi Polis yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Angelina Yansen.

Harvardy menjelaskan pada 11 Januari 2023 sampai dengan 11 Maret 2023, Tim Likuidasi menerima tagihan yang diajukan oleh para Pemegang Polis, Karyawan dan Kreditor lainnya.

Selanjutnya, pada 13 Maret 2023 sampai dengan 28 Juli 2023, Tim Likuidasi melakukan verifikasi internal untuk melakukan pengecekan dokumen-dokumen yang diajukan oleh Pemegang Polis, Karyawan dan Kreditor lainnya melalui walk-in, posko dan ekspedisi.

Pada Mei sampai dengan Juli 2023, KAP Angelina Yansen melakukan audit Agreed-upon procedures (AUP) Validiasi Polis atas seluruh polis PT WAL (DL) pada kantor pusat PT WAL (DL) dan gudang arsip.

Tim Likuidiasi telah menyampaikan laporan audit AUP Validasi Polis kepada OJK pada 30 Agustus 2023.

Berdasarkan audit AUP Validasi Polis, terdapat sejumlah Pemegang Polis yang diyatakan tidak valid. Karena itu, pada 4 September 2023 sampai dengan 18 September 2023, Tim Likuidasi melakukan verifikasi lanjutan atas polis yang dinyatakan tidak valid tersebut.

Bagimana Tagihan Rp11,2 Triliun Ini Dibayar?

Baca Juga :   Pemilik Wanaartha Life Diduga Gelapkan Premi Nasabah, Rusak Kepercayaan Masyarakat akan Asuransi?

Harvardy mengatakan Tim Likuidasi tetap berkomitmen pembayaran kewajiban tahap pertama kepada para pemegang polis dapat dilakukan pada tahun 2023 ini. Namun, apakah aset PT WAL (DL) cukup untuk memenuhi semua kewajiban kepada para pemegang polis?

Untuk mengetahui nilai aset yang dimiliki PT WAL (DL), saat ini Tim Likuidasi sedang menyelesaikan penyusunan Neraca Sementara Likuidasi (NSL). NSL ini paling lambat akan diserahkan ke OJK pada 25 Oktober 2023 atau 60 hari setelah Tim Likuidasi menerima laporan audit Neraca Penutupan PT WAL (DL) yang dibuat oleh KAP Helinatono & Rekan. Setelah diterima Tim Likuidasi pada 25 Agustus, Neraca Penutupan ini sudah dilaporkan ke OJK pada 28 Agustus 2023.

NSL sendiri menggambarkan jumlah aset yang dimiliki PT WAL (DL) dan kemudian total kewajiban atau liabilitas, serta selisih antara keduanya.

Harvardy mengatakan proses penyusunan NSL ini sudah mencapai 90% dan diperkirakan akan disampaikan ke OJK pada minggu kedua bulan Oktober ini. Bila OJK menyetujui NSL tersebut, selanjutnya Tim Likuidasi akan mengumumkannya di dua surat kabar.

“Jadi, NSL tidak akan saya sampaikan di sini, akan disampaikan nanti, diumumkan dalam surat kabar. Estimasi sekitar bulan November apabila memang OJK sudah menyetujui di bulan Oktober atau November awal, sehingga kita bisa langsung umumkan di surat kabar,”ujar Harvardy.

Pararel dengan penyusunan NSL, Tim Likuidasi juga sedang menyusun proposal skema pembayaran dan penyelesaian kepada seluruh kreditor termasuk juga kreditor pemegang polis yang sudah mengajukan tagihan kepada Tim Likuidasi. Harvardy mengatakan skema pembayaran dan penyelesaian ini juga ditargetkan selesai bulan Oktober ini.

Baca Juga :   Izin Dicabut OJK, Permohonan Pemailitan Wanaartha oleh Nasabah Gugur

Meski hasil NSL belum resmi diumumkan, namun jumlah aset PT WAL (DL) diperkirakan tak mencukupi untuk memenuhi kewajiban kepada para pemegang polis yang mencapai Rp11,2 triliun.

Pada Desember 2022, berdasarkan keterangan Adi Yulistanto, Presiden Direktur PT WAL (DL), Theiconomics.com memperkirakan jumlah aset perusahaan asuransi jiwa ini kurang dari Rp600 miliar.

Aset tersebut terdiri atas tanah, bangunan dan benda bergerak senilai kurang dari Rp100 miliar. Kemudian, aset keuangan yaitu uang jaminan yang merupakan kewajiban bagi setiap perusahaan asuransi senilai sekitar Rp170 miliar yang berbentuk obligasi.

PT WAL (DL) juga memiliki portofolio senilai Rp330 miliar yang seharusnya bisa dikembalikan oleh Kejaksaan Agung karena tidak termasuk yang dieksekusi untuk disita negara dalam kasus tindak pidana korupsi Jiwasraya. Portofolio tersebut disita Kejaksaan Agung sebagai barang bukti dalam perakara tindak pidana korupsi Jiwasraya, tetapi statusnya hanya dipinjamkan sebagai barang bukti. Aset tersebut berada di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), tetapi di bawah kontrol Kejaksaan.

Di luar itu, PT WAL (DL) sebenarnya memiliki aset senilai Rp2,4 triliun. Tetapi aset yang dikaitkan dengan perkara korupsi Jiwasraya itu kini disita negara berdasarkan putusan Mahkamah Agung. Untuk mendapatkan kembali aset Rp2,4 triliun ini dibutuhkan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).

Upaya Hukum

Harvardy mengatakan Tim Likuidasi sedang melakukan upaya hukum terhadap dua aset PT WAL (DL). Pertama adalah aset yang diblokir Kejaksaan Agung. Meski tak menyebut nilainya, namun aset yang diblokir ini diduga mengacu ke portofolio senilai Rp330 miliar d Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang kini masih berada di bawah kontrol Kejaksaan.

Baca Juga :   Ini Daftar Asuransi Jiwa Bermasalah dan Perkembangan Penanganannya oleh OJK

Harvardy mengatakan kuasa hukum Tim Likuidiasi dan Tim Likuidasi sendiri sudah melakukan komunikasi intesif dengan pihak Kejaksaan Agung untuk membuka pemblokiran aset tersebut.

“Kalau tidak meleset, mudah-mudahan minggu pertama atau kedua Oktober, kami sudah bisa meminta pelepesan blokir tersebut. Kami sedang usahakan mengenai hal itu,” ujarnya.

Upaya hukum kedua, kata Harvardy adalah Peninjauan Kembali (PK) atas penyitaan aset PT WAL (DL) senilai Rp2,4 triliun. Banyak rintangan untuk mengembalikan aset tersebut.

Ia mengatakan sudah berkoordinasi dengan pihak Pengadilan dan Mahakamah Agung terkait upaya PK ini. Masalahnya, Tim Likuidasi hingga kini belum menerima relaas atau pemberitahuan resmi putusan tersebut sebagai dasar untuk mengajukan PK.

“Kami sudah berkoordinasi dengan pihak Pengadilan dan Mahkamah Agung, dan tanggapannya adalah mereka memang tidak memberikan secara resmi karena tidak terbuka upaya hukum PK. Dasarnya adalah pasal 20 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.2 tahun 2022,” ungkapnya.

Pasal 20 Perma tersebut berbunyi ‘Terhadap kasasi dan atau Penetapan atas permhonan Keberatan yang telah berkekuatan hukum tetap, tidak dapat diajukan Peninjauan Kembali.’

Harvardy mengatakan terus berdiskusi dengan pihak Pengadilan dan MA terkait hambatan tersebut.

“Yang pasti kami dari Tim Likuidasi pantang menyerah. Kami berupaya bagaimana caranya supaya setidaknya hak Tim Likuidiasi itu bisa mengajukan PK,” ujarnya.

Menurut Harvardy banyak preseden yang bisa dijadikan rujukan untuk melakukan PK atas penyitaan aset ini. Salah satunya kasus penipuan First Travel. Selain itu, secara hukum, Undang-Undang Kehakiman menyatakan ‘setiap putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap bisa diajukan PK.’

“Undang-Undang ini harus dianggap lebih berlaku dibandingkan Perma,” ujarnya.

1 comment

Leave a reply

Iconomics