KSSK Nilai Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Resilien

0
254

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menilai Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Indonesia pada triwulan I tahun 2023 terus terjaga di tengah tantangan pasar keuangan global.

“Perkembangan positif ini ditopang koordinasi kebijakan yang ditempuh serta optimisme terhadap pemulihan ekonomi yang kuat seiring membaiknya berbagai indikator perekonomian dan sistem keuangan domestik,” demikian disampaikan KSSK dalam keterangan pers bersama pada Senin (8/5).

KSSK yang terdiri atas Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), telah menggelar rapat berkala KSSK II tahun 2023 pada Jumat (28/4). Dalam rapat berkala ini, KSSK sepakat akan terus memperkuat koordinasi dan kewaspadaan terhadap perkembangan perekonomian dan risiko pasar keuangan global ke depan, termasuk risiko rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik.

KSSK memprakirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2023 mencapai 2,6%, didorong oleh dampak positif pembukaan ekonomi Tiongkok pascapandemi Covid-19. Di tengah perkembangan tersebut, pasar tenaga kerja di AS dan Eropa tetap ketat sehingga mengakibatkan prospek penurunan inflasi global berjalan lambat dan mendorong berlanjutnya pengetatan kebijakan moneter di negara maju, meskipun diprakirakan sudah hampir mencapai puncaknya.

Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan global menurun sejalan dengan respons bank sentral AS dan Eropa dalam memitigasi risiko kasus perbankan. Perkembangan ini mendorong aliran masuk modal asing dan penguatan nilai tukar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Baca Juga :   Dana Asing Hengkang dari RI Sebanyak US$2,05 Miliar Selama Bulan Juli 2022

Di dalam negeri, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2023 tercatat sebesar 5,03% yoy, sedikit meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya di level 5,01% yoy.

Menurut KSSK, tetap kuatnya pertumbuhan ekonomi domestik ini didukung oleh ekspor yang tetap tumbuh tinggi, konsumsi swasta yang membaik, konsumsi Pemerintah yang tumbuh positif, dan pertumbuhan invetasi nonbangunan yang tetap baik.

Ke depan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap kuat. Prakiraan ini didukung konsumsi swasta yang diramalkan makin baik seiring meningkatnya mobilitas, membaiknya keyakinan konsumen, dan menguatnya daya beli sebagai dampak dari penurunan inflasi.

Investasi juga tetap berlanjut didukung oleh investasi nonbangunan yang tetap kuat sejalan dengan perbaikan konsumsi domestik dan dampak hilirisasi. Kinerja ekspor tetap kuat didorong oleh ekspor nonmigas yang tumbuh tinggi dengan negara tujuan utama Tiongkok, AS, dan Jepang. Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan bias atas dalam kisaran proyeksi 4,5-5,3%.

Tekanan inflasi di dalam negeri juga semakin menurun. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) turun menjadi 4,33% yoy pada April 2023 dari 5,51% yoy pada Desember 2022. Inflasi inti terus melambat menjadi 2,83% yoy dipengaruhi ekspektasi inflasi dan imported inflation yang menurun, serta pasokan agregat yang memadai dalam merespons kenaikan permintaan.Sementara itu, inflasi volatile food tetap terkendali, sebesar 3,74% yoy.

Baca Juga :   Asesmen KSSK, Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Tetap Terjaga Selama Triwulan III 2023

Berlanjutnya penurunan inflasi merupakan dampak positif kebijakan moneter BI yang pre-emptive dan forward looking, serta sinergi yang erat dalam pengendalian inflasi antara BI dan Pemerintah (Pusat dan Daerah), antara lain melalui penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.

Berbagai upaya stabilisasi harga pangan menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Ramadan dan Lebaran yang dilakukan Pemerintah berkoordinasi dengan BI juga terbukti cukup efektif dalam menurunkan inflasi pangan.

Upaya stabilisasi antara lain dilaksanakan dengan melakukan pemantauan harga, memperkuat stok pasokan berbagai bahan pangan pokok, memastikan kelancaran distribusi pasokan, serta melakukan intervensi harga seperti melalui operasi pasar, gelar pangan murah serta fasilitasi distribusi bekerja sama dengan BUMN Pangan dan Asosiasi Pedagang Pangan.

Program tambahan bantuan pangan nasional juga mampu mengendalikan tekanan harga dan menjaga akses pangan pokok masyarakat sehingga turut mampu menjaga daya beli. Ke depan, inflasi diprakirakan tetap terkendali di mana inflasi inti diprakirakan terkendali dalam kisaran 3,0±1% di sisa tahun 2023 dan inflasi IHK dapat kembali ke dalam sasaran 3,0±1% lebih awal dari prakiraan sebelumnya.

Dari sisi ketahanan eksternal, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap baik dan mendukung ketahanan eksternal. Transaksi berjalan triwulan I 2023 diprakirakan mencatat surplus ditopang surplus neraca perdagangan barang sebesar US$12,3 miliar, melanjutkan surplus selama 35 bulan berturut- turut.

Baca Juga :   KSSK: Stabilitas Sistem Keuangan Triwulan III-2021 Normal

Transaksi modal dan finansial diprakirakan juga mencatat surplus seiring aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio yang mencatat net inflows US$4,7 miliar. Aliran masuk modal asing pada investasi portfolio terus berlanjut pada 2023 yang hingga 28 April 2023 mencatat net inflows US$1,4 miliar.

Posisi cadangan devisa Indonesia akhir April 2023 juga tetap tinggi sebesar US$144,2 miliar, setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Dengan perkembangan tersebut, NPI 2023 diprakirakan mencatat surplus, dengan transaksi berjalan dalam kisaran surplus 0,4% sampai dengan defisit 0,4% dari PDB. Sementara, neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan mencatat surplus yang lebih tinggi didukung aliran masuk modal asing dalam bentuk PMA dan investasi portofolio.

Sementara itu, nilai tukar Rupiah menguat sehingga mendukung stabilitas perekonomian. Secara ytd, nilai tukar Rupiah pada 28 April 2023 menguat 6,12%, lebih tinggi dibandingkan dengan apresiasi Baht Thailand (1,35%), Rupee India (1,10%), dan Peso Filipina (0,67%).

Ke depan, penguatan nilai tukar Rupiah diprakirakan terus berlanjut didorong surplus transaksi berjalan dan berlanjutnya aliran masuk modal asing, sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi domestik yang tinggi, inflasi yang rendah, serta imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik.

Leave a reply

Iconomics