Mengkaji Moratorium dan Apa Saja Kontribusi Sawit terhadap Perekonomian Nasional?

0
627

Pemerintah sedang mengkaji apakah akan memperpanjang atau tidak moratorium perkebunan sawit sebagaimana yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) tentang Moratorium Sawit tahun 2018. Moratorium sawit tersebut akan berakhir pada 19 September nanti dan ini menjadi tantangan tersendiri karena terkait dengan pencapaian komitmen iklim (NDC) Indonesia.

Menurut Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan Kementerian Koordinator Perekonomian, Moch. Edy Yusuf, pemerintah berkomitmen luas tutupan perkebunan sawit itu 16,38 juta hektare. Itu merupakan luas tutupan yang selalu dijaga dan sejak moratorium dilaksanakan tidak ada lagi izin perkebunan sawit yang keluar.

“Karena sudah jelas Inpres itu mengamanatkan supaya dilakukan penundaan. Kemudian, kalau kita perhatikan beberapa daerah juga seperti yang tadi disampaikan di Papua Barat, misalnya, dicabut izin sekitar 12 perusahaan. Itu artinya, pemerintah benar-benar komitmen terkait dengan moratorium (sawit) itu,” kata Edy dalam sebuah diskusi virtual, Jumat (20/8).

Meski demikian, kata Edy, yang perlu diketahui bahwa kelapa sawit menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia saat ini. Apalagi kelapa sawit berkontribusi 13% dari total ekspor Indonesia dan 3,5% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Baca Juga :   Kabid Komunikasi Gapki Ungkap Sederetan Tantangan Industri Sawit, Salah Satunya Gap Produktivitas

Di samping itu, kata Edy, perkebunan kelapa sawit juga mampu menyerap sekitar 16,2 juta tenaga kerja baik secara langsug maupun tidak langsung. Dan produksi sawit Indonesia berkontribusi sekitar 58% dari total produksi di dunia. “Ini terbesar di dunia,” ujar Edy.

Berdasarkan fakta itu, kata Edy, pemerintah harus benar-benar mendorong agar kelapa sawit yang menjadi tulang punggung perekonomian itu supaya berkelanjutan. Jika dibandingkan dengan minya nabati lainnya, produktivitas dari kelapa sawit cukup luar biasa.

Untuk menghasilkan 1 ton minyak sawit, kata Edy, hanya membutuhkan 0,3 hektare lahan. Sementara minyak rapeseed membutuhkan lahan 1,3 hektare untuk mendapatkan 1 ton minyak. Lalu, minyak sunflower membutuhkan 1,5 hektare untuk menghasilkan 1 ton minyak. Sementara minyak kedelai membutuhkan 2 hektare untuk menghasilkan 1 ton minyak.

“Minyak sawit kita selalu menjadi sorotan karena banyak yang iri. Padahal pemerintah mengeluarkan banyak kebijakan untuk keberlanjutan kelapa sawit mulai dari Inpres moratorium, lalu Inpres 2019 soal keberlanjutan dan Perpres 2020 tentang sertifikasi ISPO,” kata Edy.

Baca Juga :   RUPST DSNG Setujui Bagi Dividen 26,3% dari Laba Tahun 2022

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics