Menristek: Tantangan Startup Indonesia adalah Pendanaan
Kendati Perusahaan Perintis Berbasis Teknologi (PPBT) atau startup menjamur, bahkan ada yang mencapai valuasi lebih dari US$ 1 miliar, namun ada tantangan besar yang menanti. Terutama dalam hal memperoleh pendanaan sehingga bisa membawa perusahaan tersebut bersaing di tingkat regional dan global.
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan, perusahaan startup ini diharapkan bisa memimpin industri masa kini. Apalagi perusahaan startup mulai mendominasi di Indonesia.
“Tantangan terbesar adalah masih terbatasnya pendanaan untuk startup. Untuk awalannya saya kira sudah ada fasilitas pendanaannya, termasuk hibah dari pemerintah. Untuk tahapan lanjutan butuh dana lebih besar dan harus bersaing baik itu secara lokal maupun global,” kata Bambang di Jakarta, pada Senin kemarin.
Dikatakan Bambang, untuk memperoleh sumber permodalan tersebut, perusahaan-perusahaan modal ventura baik dari asing maupun domestik bisa terlibat untuk mengangkat para perusahaan startup tersebut. Tentu saja harapannya agar perusahaan itu bisa tumbuh lebih besar lagi.
Menurut Bambang, potensi pasar Indonesia, dengan demografis muda dan besar, pengguna internet yang banyak serta tingkat konsumsi yang sangat tinggi, tentunya menarik bagi investor. Terutama jika gagasan atau produk mereka dianggap bisa menjadi pemain besar, baik itu di tingkat pasar domestik maupun global.
“Dan itu terbukti dari banyaknya investor global yang tidak hanya datang berinvestasi pada Unicorn kita namun juga pada perusahaan-perusahaan startup yang sedang dalam proses menuju tingkat Unicorn,” kata Bambang.
Perusahaan modal ventura domestik, kata Bambang, masih memiliki kekurangan yang butuh perbaikan. Bambang setidaknya mencatat ada 2 kekurangannya yaitu keterbatasan dana dan kemampuan menganalisis risiko. Itu sebabnya, pendanaan terhadap startup membutuhkan perusahaan modal ventura asing.
“Nah di saat ini modal ventura masih perlu penyesuaian diri, masih perlu pembelajaran analisis risiko dari startup tersebut. Apalagi karena lebih banyak startup yang gagal ketimbang yang berhasil. Karena itu, mereka harus lebih selektif dalam memberikan dana,” kata Bambang.