Merujuk Audit BPK, IAW Minta Jajaran Direksi Pertamina Diperiksa soal Korupsi Minyak Mentah

0
106
Reporter: Kristian Ginting

Pertamina

Indonesia Audit Watch (IAW) mendesak tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung untuk memeriksa jajaran direksi PT Pertamina (Persero). Pemeriksaan ini terkait dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, subholding dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) periode 2018-2023.

Menurut Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, tidak adil rasanya bila semua kesalahan dalam kasus tersebut hanya dibebankan kepada jajaran direksi subholding seperti PT Pertamina Patra Niaga, PT Kilang Pertamina Internasional dan PT Pertamina International Shipping. Apalagi jika merujuk waktu kasus tersebut masih terjadi di 2018, sehingga subholding belum terbentuk ketika itu.

Subholding Pertamina resmi terbentuk pada 12 Juni 2020 berdasarkan hasil rapat umum pemegang saham (RUPS) di Kementerian BUMN. Karena keputusan tersebut, maka Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati ketika itu menindaklanjutinya dengan membuat surat keputusan,” tutur Iskandar di Jakarta, Jumat (7/3).

Berdasarkan hal tersebut, kata Iskandar, pihaknya menyetujui saran Center of Energy and Resources Indonesia (Ceri) agar penyidik memeriksa dan mendengarkan keterangan mantan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Nicke sebagai Dirut ketika itu terkait kasus ini. Keterangan 2 orang tersebut sangat penting untuk membongkar dugaan mafia seperti yang diungkap Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adanya indikasi pemufakatan jahat, manipulasi pengadaan, pengaturan produksi minyak mentah, impor, penyalahgunaan pembelian produk kilang hingga dugaan mark-up kontrak pengiriman dalam kasus ini.

Baca Juga :   BNI Syariah Masuk Lebih Dalam di PT PP

Terkait perlunya pemeriksaan jajaran direksi Pertamina, kata Iskandar, juga tertuang dalam audit dengan tujuan tertentu (DTT) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk pengadaan minyak mentah dan produk kilang periode 2018-Semester I/2021. Bahwa Pertamina dan anak usaha bertanggung jawab atas pengadaan minyak mentah serta produk kilang agar sesuai Undang-Undang (UU) tentang Minyak dan Gas tahun 2001, UU BUMN, UU Perseroan Terbatas tahun 2007, risalah RUPS dan rapat direksi serta kontrak/perjanjian beserta ketentuan terkait.

“Dari uraian tersebut, apakah Pertamina sebagai holding benar-benar tidak tahu? Ataukah ada pembiaran sistemik yang menguntungkan pihak-pihak tertentu?” tanya Iskandar.

Merujuk hasil audit BPK itu, kata Iskandar, maka dugaan atau indikasi yang diungkap PPATK terkait korupsi khususnya tentang mark up kontrak pengiriman, pengadaan minyak mentah dan importasi mendapat pembenaran. Semisal, audit BPK itu menyoal pembayaran biaya pengiriman (freight cost) untuk pengadaan minyak mentah Bonny Light dan Qua Iboe dengan purchase order Nomor 1377/T00300/2019-S0 terindikasi merugikan keuangan Pertamina sekitar US$ 3 juta dan pemborosan keuangan perusahaan sekitar US$ 5 juta.

“Jadi, saya justru menemukan dugaan yang diungkap PPATK dalam pengadaan minyak mentah dan produk kilang sesuai audit BPK itu. Juga dugaan manipulasi biaya angkut pengiriman minyak mentah. Tidak ada angka fantastis seperti perhitungan penyidik pada Jampidsus,” ungkap Iskandar.

Baca Juga :   Hutama Karya: Proyek MRT Rute Mangga Besar-Glodok-Kota Capai 42,97%

Karena itu, kata Iskandar, meski perhitungan kerugian keuangan negara belum ada secara resmi, sebaiknya penyidik tidak perlu menghitungnya sendiri karena nilai fantastis itu justru bisa mengaburkan substansi dugaan korupsi pengadaan minyak mentah di Pertamina. “Cukuplah penyidik menunggu dengan sabar hasil perhitungan dari BPK, biar tidak menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat,” tandas Iskandar.

“Jika selama 5 tahun transaksi yang tidak wajar terjadi di subholding, tetapi holding tetap diam, ini bukan lagi soal ketidaktahuan, maka kuat dugaan bahwa itu adalah kelalaian yang disengaja, sehingga menjadi wajib hukumnya penyidik memanggil jajaran direksi Pertamina,” pungkas Iskandar.

Kronologis
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 9 orang sebagai tersangka. Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, dan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, serta VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono. Kemudian, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne.

Selanjutnya, dari pihak swasta ada Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Baca Juga :   2 Anggota DPR Ini Ingatkan Pemerintah soal Relaksasi Kebijakan DMO dan DPO

Kerry merupakan anak dari Riza Chalid, pengusaha yang dijuluki sebagai The Gasoline Godfather. Bahkan rumah Riza Chalid sempat digeledah dan hasilnya penyidik menyita sejumlah dokumen serta uang senilai Rp 833 juta dan dalam bentuk US$ itu 1.500.

Untuk sementara ini, Kejagung menghitung dugaan korupsi tata kelola minyak di Pertamina dengan kerugian negara setidaknya Rp 193,7 triliun. Dugaan korupsi terjadi pada 5 komponen yang menyebabkan kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp 2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp 9 triliun, kerugian pemberian kompensasi tahun 2023 sekitar Rp 21 triliun.

Seperti analisis PPATK, Kejagung menyebut dugaan korupsi dalam kasus ini di antaranya menyatakan kilang milik Pertamina tak bisa mengolah minyak mentah dalam negeri sehingga harus impor dengan harga digelembungkan. Juga mengimpor bensin RON 90 dengan harga RON 92 dan menjadikannya bensin RON 92 dengan dioplos. Tindakan ini berlangsung dalam kurun 2018-2023.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics