OJK Terus Mengantisipasi Berbagai Kejahatan di Sektor Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengupayakan langkah-langkah konkret untuk mencegah berbagai tindak kejahatan di sektor jasa keuangan, seperti tindak pindana pencucian uang, serangan siber, serta investasi dan pinjaman ilegal. Berbagai kejahatan tersebut tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga mempengaruhi reputasi sektor jasa keuangan.
“Kami sebagai otoritas yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengaturan dan pengawasan berupaya untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan di sektor jasa keuangan dan yang terkait dengan jasa keuangan berjalan dengan baik,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar dalam acara ‘Infobank-MRI Banking Service Excellence 2023 – Crime & Risk Prevention In Financail Sector’, Selasa (20/6).
Mahendra mengungkapkan kerugian yang dialami masyarakat akibat investasi ilegal dalam kurun waktu 7-8 tahun terakhir mencapai sekitar Rp5 triliun per tahun. Sejak 2017, Satgas Waspada Investasi telah menutup lebih dari 5.500 peawaran investasi ilegal dan pinjaman online ilegal di Indonesia.
“Kedepan OJK akan terus empower Satgas Waspada Investasi yang juga menjadi prioritas dan mandat yang semakin kuat di Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) untuk secara proaktif melakukan langkah-langkah termasuk dalam konteks siber menghentikan aktivitas ilegal tersebut,” ujar Mahendra.
Terkait pencegahan tindak pidana pencucian uang, Mahendra mengatakan, OJK telah memiliki kerangka aturan yang komprehensif terkait dengan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPPSM) di sektor jasa keuangan.
“Dalam konteks ini minggu lalu baru saja kami menerbitkan suatu peraturan OJK yang seluruh ketentuannya melakukan pemutakhiran (upadte) terhadap langkah-langkah untuk mencegah, menindak dan memberikan sanski kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan Pencucian Uang, Pendanaan Terorisme dan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal. Hal itu disesuaikan dengan rekomendasi dari Financial Action Task Force (FATF) sekaligus memutakhirkan dengan seluruh perangkat perundangan yang ada di Indonesia berkaitan dengan ini,” ujarnya.
Terkait serangan siber, Mahendra mengatakan peningkatan kasus serangan siber terjadi karena peningkatan dan perkembangan digitalisasi yang semakin cepat, termasuk di sektor jasa keuangan. Serangan siber, tambahnya, merupakan risiko dari pemanfaatan teknologi digital oleh sektor jasa keuangan.
Mengutip data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pada tahun 2022 lalu, lebih dari 700 juta serangan siber terjadi di Indonesia di seluruh sektor.
“Ancaman serangan siber ini harus mampu kita mitigasi guna meminimalisi risiko kejahatan yang tentu memberikan potensi risiko dampak kerugian yang besar sekali. Dalam konteks pengaturan, OJK telah melakukan penerbitan peratuaran pada akhir tahun lalu tentang penyelenggaraan teknologi informasi oleh bank umum dan surat edaran terkait dengan keamanan dan ketahanan siber bagi bank umum,” ujarnya.
Di lain pihak, untuk perlindungan konsumen OJK juga secara masif melakukan rangkaian program edukasi dan literasi keuangan menjangkau seluruh lapisan masyarakat di seluruh Indonesia. Literasi yang baik diharapkan meningkatan kesadaran masyarakat akan risiko kejahatan yang terjadi.