Pasca Sanksi PKU, OJK Dorong Jiwasraya Tangani Nasabah yang Tolak Restrukturisasi
Setelah menjatuhkan sanksi Pembatasan Kegiata Usaha [PKU] pada 11 September 2024, Otoritas Jasa Keuangan [OJK] mendorong perusahaan asuransi BUMN, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) untuk menuntaskan proses retrukturisasi polis, meski program ini sudah secara resmi ditutup pada akhir 2023.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono mengatakan, mayoritas pemegang polis Jiwasrya sudah menyetujui restrukturisasi polis.
Ogi mengatakan, berdasarkan monitoring OJK sampai dengan 31 Agustus 2024, jumlah polis yang sudah setuju restrukturisasi sebanyak 99,7% dari keseluruhan polis. Dari yang setuju itu, polis yang telah dialihkan ke IFG Life senilai Rp37,97 triliun.
IFG Life yang dibentuk tahun 2020 atau setelah Jiwasraya mengalami gagal bayar, merupakan perusahaan asuransi milik BUMN yang tergabung dalam holding Asuransi, Penjaminan dan Investasi.
“OJK tetap meminta kepada Jiwasraya untuk menangani pihak-pihak yang menolak restrukturisasi polis, yang pertama dengan menawarkan ulang opsi restrukturisasi polis dan juga mengantisipasi proses penyelesaian kewajiban bagi pemegang polis yang tetap tidak menyetujui restrukturisasi, tentunya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Ogi dalam konferensi pers bulanan OJK, Selasa (1/10).
Ogi mengatakan, OJK telah mengeluarkan sanksi pembatasan kegiatan usaha (PKU) kepada Jiwasraya karena dinilai telah melanggar sejumlah ketentuan di bidang perasuransian.
“Dengan dikenakannya PKU maka Jiwasarya dilarang untuk melakukan kegiatan penutupan pertanggungan baru untuk seluruh lini usaha dan tetap memenuhi kewajiban yang telah ada,” ujar Ogi.
Pengenaan sanksi PKU tersebut, kata Ogi, merupakan rangkaian dari pengawasan yang dilakukan oleh OJK sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku serta bertujuan melindungi kepentingan pemegang polis dan masyarakat.
Selain sanksi PKU, OJK juga memberikan sanksi administratif ke Jiwasraya karena belum dibayarkannya kewajiban kepada pemegang polis, kata Ogi.
“OJK akan memonitor dan mendorong Jiwasraya mempersiapkan proses penyelesaian kewajiban pemegang polis sebaik mungkin dengan menyusun rincian rencana aksi terkait dengan beberapa permasalahan yang belum diselesaikan,” ujarnya.
Ogi berkata, tahap akhir penyelesaian Jiwasraya adalah pembubaran perusahaan.
“Karena ini merupakan suatu Persero, maka perlu adanya Peraturan Pemerintah [PP] pembubaran Jiwasraya, yang tentunya ini akan ditindaklanjuti dengan tindakan dari OJK berikutnya setelah PP pembubaran itu diterbitkan,” ujarnya.
Machril, seorang nasabah Jiwasrya mengatakan, sanski PKU yang diberikan OJK kepada Jiwasraya hanya sandiwara agar terlihat seolah-olah lembaga itu melakukan pengawasan terhadap Jiwasraya.
Menurut Machril, mestinya sanksi PKU sudah diberikan sejak 2018 karena saat itu solvabilitas Jiwasraya sudah minus 1000%, jauh dari ambang batas minimal yang ditetapkan OJK yaitu 120%.
“Sanksi yang sekarang haya sandiwara,” ujar Machril kepada Theiconomics.com beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, Jiwasraya juga sudah tidak memiliki kegiatan, apalagi setelah program restrukturisasi secara resmi ditutup pada akhir Desember 2023. Kantor perusahaan itu, kata Machril, sudah seperti rumah hantu, tak ada kegiatan apa-apa.
Machril adalah salah satu nasabah yang menolak program restrukturisasi. Ia mengatakan, polisnya bersama sekitar 70 nasabah lain adalah polis bancassurance – polis Jiwasraya yang dipasarkan melalui bank.