Pembatasan Kegiatan Usaha Jiwasraya, Pengamat; “Hanya Akal-akalan OJK”, Seharusnya Dilakukan dari Dulu

0
245

Pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengkritisi langkah Otoritas Jasa Keuangan [OJK] menjatuhkan sanksi Pemabatasan Kegiatan Usaha [PKU] terhadap PT Asuransi Jiwasraya (Persero), perusahaan asuransi jiwa milik negara yang sudah sekarat sejak 2018 karena kegagalan investasi sehingga mengalami gagal bayar ke pemegang polis.

“Ini hanya akal-akalan OJK untuk menunjukkan  mereka telah menempuh berbagai langkah pengawasan  sebelum diakhiri dengan likuidasi atau Cabut Izin Usaha yang mungkin akan ditempuh,” ujar Irvan saat dihubungi Theiconomics.com, Sabtu (14/9).

Menurutnya, PKU juga dilakukan untuk “menutup celah dalil  gugatan nasabah  terhadap pemailitan di PTUN [Pengadilan Tata Usaha Negara]  seperti dilakukan  nasabah Kresna Life”.

OJK mencabut izin usaha Kresna Life pada 23 Juni 2023. Sanski pencabutan izin usaha diberikan setelah sebelumnya ada sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha sejak 7 Desember 2020.

Sanksi Pencabutan Izin Usaha diberikan setelah Rencana Penyehatan Keuangan [RPK] yang diajukan perusahaan asuransi tidak disetujui OJK karena tidak memenuhi syarat.

Pemegang saham Kresna Life kemudian mengajukan gugatan ke PTUN dan menang. Saat ini, proses hukum masuk tingkat kasasi setelah OJK juga kalah di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

Menurut Irvan sanksi PKU terhadap Jiwasraya sudah “sangat terlambat”.

“Seharusnya sudah dilakukan jauh sebelum  kasus Jiwasarya meledak [pada] 2018 yang lalu, bila pengawasan berlangsung  efektif,” ujarnya.

Karena itu, Irvan kembali menekankan, sanksi PKU yang baru diberikan OJK terhadap Jiwasraya pada 11 September 2024, “hanyalah akal-akalan OJK dan Jiwasraya untuk melegalkan rencana melikuidasi Jiwasraya”.

Baca Juga :   Baru Awal 2024, Sudah Ada BPR yang Dicabut Izin Usahanya karena Modal Cekak

Sanksi PKU, tambahnya, juga untuk “menguatkan klaim mereka [OJK dan Jiwasraya] bahwa pembayaran kepada nasabah  dilakukan  dengan aset sisa yang tidak mencukupi”

“Semacam  justifikasi terhadap akal-akalan rencana OJK untuk mencabut izin Jiwasaraya,  sebagai langkah awal menuju likuidasi dan pembubaran Jiwasarya,” ujarnya.

Theiconomics.com telah mengirimkan pertanyaan ke Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK terkait alasan sanksi PKU terhadap Jiwasraya.

Namun, pertanyaan yang diajukan melalui pesan WhastApp pada Jumat (13/9) tidak direspons.

Dalam pengumumuman pada 13 September, OJK melalui Moch. Muchlasin, Kepala Departemen Pengawasan Penjaminan, Dana Pensiun dan Pengawasan Khusus mengatakan, anksi PKU ke Jiwasraya diberikan karena “telah melanggar ketentuan Rasio Pencapaian Tingkat Solvabilitas dan jumlah ekuitas minimum yang dipersyaratkan untuk Perusahaan Asuransi.”

Dengan sanksi PKU ini  Jiwasraya dilarang melakukan kegiatan penutupan pertanggungan baru untuk seluruh lini usaha bagi perusahaan asuransi sejak 11 September 2024 hingga ketentuan Rasio Pencapaian Tingkat Solvabilitas dan jumlah ekuitas minimum terpenuhi.

“Perusahaan tetap wajib melaksanakan kewajiban-kewajiban yang jatuh tempo sesuai ketentuan perundangan,” tulis Muchlasin dalam pengumuman itu.

Selain kepada Jiwasraya, pada tanggal yang sama, OJK juga menjatuhkan sanksi PKU terhadap PT Berdikari Insurance, PT Berdikari Insurance, perushaaan asuransi umum yang terafiliasi dengan PT Berdikari, anggota holding BUMN Pangan ID FOOD.

Jiwasraya Gagal Bayar, Pemerintah Dirikan IFG Life

Pada 20 Oktober 2020, Pemerintah mendirikan PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life) yang kemudian menjadi bagian dari holding BUMN Asuransi, Penjaminan, dan Investasi, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) (BPUI) atau IFG.

Baca Juga :   Saratoga Laporkan Tiga Akun di Telegram yang Mengatasnamakan Saratoga

Pembentukan IFG Life tidak terlepas dari kasus gagal bayar Jiwasraya. Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan [BPK], Jiwasraya telah merugikan negara sebesar Rp16,81 triliun yang disebabkan oleh investasi saham sebesar Rp4,65 triliun dan kerugian negara akibat investasi reksa dana sebesar Rp12,16 triliun. 

Selain proses hukum di Kejaksaan Agung yang menyeret sejumlah orang ke penjara, pemerintah “menyelematkan” pemegang polis Jiwasraya dengan cara mengalihkan para pemegang polis Jiwasraya yang menyetujui program restrukturisasi ke IFG Life.

Program restrukturisasi yang dimulai sejak akhir 2020 ini secara resmi ditutup pada 29 Desember 2023.

Guna mendukung proses itu, hingga Desember 2023, IFG Life telah mendapatkan total suntikan dana sebesar Rp31,16 triliun, yang berasal dari Penyertaan Modal Negara [PMN] tahun anggaran 2021 sebesar Rp20 triliun, PMN tahun anggran 2023 Rp3 triliun, serta tambahan penguatan permodalan dari IFG sebesar Rp6,7 triliun pada 2022 dan Rp1,46 triliun pada 2023.

Tahun 2024, IFG Life melalui BPUI atau IFG juga mendapatkan PMN sebesar Rp3,55 triliun untuk mendukung penyelesaian pengalihan polis tersisa di Jiwasraya.

Namun, tidak semua pemegang polis Jiwasarya menyetujui restrukturisasi yang ditawarkan Pemerintah dan beralih menjadi pemegang polis IFG Life.

Dalam konferensi pers Januari 2024, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono mengatakan, hingga Desember 2023 IFG Life telah menerima pengalihan polis dari Jiwasraya sekitar 99,5% dari total jumlah pemegang polis atau senilai Rp35,26 triliun.

Baca Juga :   Ketua DK OJK: Indonesia Membutuhkan Dana Rp6.700 Triliun untuk Penanganan Iklim Hingga 2030

Polis-polis yang dialihkan tersebut merupakan polis yang telah menyetujui program restrukturisasi polis yang ditawarkan oleh Jiwasraya. Mereka akan mendapatkan produk sejenis di IFG Life dengan manfaat yang sama sesuai dengan polis hasil restrukturisasi. Seluruh klaim dan manfaat yang jatuh tempo akan dibayarkan sesuai jadwal dalam polis tersebut.

Sementara itu, pemegang polis yang menolak restrukturisasi, tambah Ogi, berjumlah 0,49% atau senilai Rp187 miliar.

Jumlah ini sedikit mengalami perubahan pada Agustus 2024. Mengutip siaran pers OJK pada 19 Agustus, sebanyak 97,7 persen pemegang polis telah menyetujui skema restrukturisasi polis dan telah dialihkan polisnya kepada IFG Life. Artinya, masih ada 0,3% nasabah yang menolak. 

OJK memfasilitasi pertemuan manajemen Jiwasraya dengan para pemegang polis yang tolak restrukturisasi pada Selasa, 20 Agustus lalu. Dalam pertemuan yang diadakan di kantor OJK itu, pemegang polis meminta agar pemegang saham ataupun manajemen Jiwasraya segera menyelesaikan pembayaran dana pemegang polis yang telah diputus pengadilan.

Tetapi, pihak OJK yang saat itu diwakili oleh Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen OJK Rizal Ramadhani, mengatakan OJK memperhatikan kepentingan keseluruhan pemegang polis, baik yang menerima ataupun yang menolak restrukturisasi.

Namun, menurutnya berbagai hal harus menjadi pertimbangan seperti sisa nilai aset yang dimiliki Jiwasraya serta jumlah pemegang polis yang telah mengikuti program restrukturisasi.

Leave a reply

Iconomics