Pemerintah akan Ubah Tarif Royalti Timah, dari Flat ke Progresif
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang mengkaji perubahan skema tarif royalti logam timah, dari yang selama ini bersifat tetap atau flat menjadi progresif mengikuti tren kenaikan harga jual timah.
Ridwan Djamaluddin, Dirjen Minerba Kementerian ESDM yang juga sedang menjadi Penjabat (Pj) Gubernur Bangka Belitung (Babel) mengatakan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.81 tahun 2018, saat ini tarif royalti timah adalah 3% dan berlaku flat atau tidak dipengaruhi oleh harga jual.
“Dengan mempertimbangkan dinamika harga, pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM, mendukung usulan untuk menaikkan tarif royalti timah, dimana kenaikannya akan dilakukan secara progresif, atau tidak flat, tergantung angka harga penjualan. Hal ini sedang kami diskusikan, sedang kami simulasikan angka-angkanya sehingga negara akan mendapat penerimaan yang lebih banyak dan badan usaha akan mendapat penerimaan yang akan berkurang tetapi tidak terlalu banyak berkurangya. Kira-kira dicarikan jalan tengah yang dapat diterima kedua belah pihak,” ujar Ridwan dalam paparannya pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (21/6).
Harga timah mengalami lonjakan sejak tahun 2021 lalu. Ridwan mengatakan sejak tahun 2015 hingga April 2022, rata-rata harga timah seebsar US$22.693 per ton. Pada tahun 2022 ini harga timah bahkan sempat mencapai level US$41.000 per ton.
Ridwan mengungkapkan sekitar 98% logam timah yang dihasilkan oleh Indonesia masih diekspor. Pada tahun 2021, produksi logam timah mencapai 34,61 ribu ton dan hanya 3,19 ribu ton yang dapat diserap di dalam negeri. Tahun 2022 ini, rencana produksi logam timah sebesar 70 ribu ton, dengan realisasi produksi hingga Mei 2022 mencapai 9,65 ribu ton.
Ridwan mengatakan harga timah yang melonjak tinggi pada tahun 2021, berkontribusi positif pada penerimaan negara. Royalti timah pada tahun 2021 naik hampir 2 kali lipat dibandingkan tahun 2020 mencapai Rp1,17 triliun.
Ridwan mengatakan PT Timah Tbk, selaku BUMN, memberikan kontribusi sekitar 35% pada jumlah royalti tersebut. Porsi kontribusi PT Timah ini, jelasnya, menurun dibandingkan kontribusinya pada tahun 2020 yang mencapai 76%.
“Turunya royalti dari PT Timah ini tentunya terkait dengan kegiatan smelter-smelter swasta dan juga terkait dengan kegiatan-kegiatan penambangan yang dilakukan oleh IUP swasta. Inilah yang sedang kami kelolah juga agar baik PT Timah sebagai BUMN maupun industri-industri swasta dapat hidup berdampingan dan sama-sama produktif. Namun, yang sedang kami upayakan sekarang adalah agar PT Timah dapat meningkatkan produksinya karena masalah yang sedang dihadapi di lapangan adalah sebagian dari timah yang diperoleh dari IUP PT Timah tidak dijual kepada PT Timah tetapi dikelola oleh smelter swasta,” ungkap Ridwan.