Punya Saham di Perusahaan Asuransi Bermasalah, Dapen PELNI di Ujung Tanduk
Nasib dana pensiun milik PT Pelayaran Nasional Indonesia atau PT PELNI (Persero) di ujung tanduk. Dapen BUMN pelayaran ini ternyata memiliki saham di PT Asuransi Purna Artanugraha (PT ASPAN) yang baru saja dicabut izin usahanya oleh OJK pada Jumat (1/12) lalu.
Dengan dicabutnya izin usaha PT ASPAN, Dapen PELNI juga terancam ikut dibubarkan.
“Mengenai keterkaitan dengan dana pensiun, bahwa PT ASPAN ini dimiliki mayoritas oleh PT Jaya Kapital Indonesia, 60%. Sementara Dapen Pelni itu memiliki 12,3%,”ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (4/12).
Ogi menyebutkan dari 12 dapen dalam status pengawasan khusus OJK saat ini, 7 dapen diantaranya adalah milik perushaan BUMN. Dari 7 dapen tersebut, ungkap Ogi, sebanyak tiga diantaranya terkait dengan perusahaan asuransi dalam pengawasan khusus OJK.
Ogi mengatakan penyehatan tiga dapen yang terkait dengan perusahaan asuransi dalam pengawasan khusus ini, tergantung pada perusahaan asuransi tersebut.
“Jadi, bisa saja kalau perusahaan asuransinya itu dicabut izin usahanya, maka dapen-nya dengan sendirinya akan dibubarkan,” ujar Ogi.
Ogi mengatakan Kementerian BUMN sedang melakukan program restrukturisasi terhadap dapen dalam pengawasan khusus ini. Selain itu, berdasarkan audit investigasi BPKP, Kementerian BUMN juga sudah melaporkan pengelola dapen ini ke Kejaksaan Agung.
“Kami menghormati proses [hukum] tersebut, kemudian juga kami berkoordinasi dengan Kemenerian BUMN mengenai program restrukturisasi dapen milik BUMN,” ujar Ogi.
Ogi mengatakan bila upaya penyehatan 12 dapen termasuk 7 milik BUMN gagal dilakukan, maka nasib dapen-dapen ini ditentukan pada tahun 2024.
“Kita akan melihat di tahun 2024 ini, apakah akan dicabut dan dilikuidasi atau dalam penyehatan di tahun 2024,” ujar Ogi.
Selain dapen Pelni, Ogi tidak mengungkapan dua dapen lain yang terkait dengan perusahaan asuransi bermasalah. Sebagai gambaran, per akhir Desember 2022 lalu, terdapat 12 perusahaan asuransi dalam pengwasan khusus OJK.
Selama tahun 2023 ini, tiga dari 12 perusahaan asuransi tersebut telah dicabut izin usahanya yaitu PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life) pada 23 Juni 2023; PT Asuransi Jiwa Prolife Indonesia atau PT Asuransi Jiwa Indosurya Sukses (Indosurya Life) pada 2 November 2023 dan terakhir PT Asuransi Purna Artanugraha (PT ASPAN) pada 1 Desember 2023.
Selain pencabutan izin usaha, sebanyak dua perusahaan asuransi, pengawasannya kembali ke pengawasan normal.
Dengan demikian, jalas Ogi, hingga akhir Desember 2023 ini, masih terdapat tujuh perusahaan asuransi dalam status pengawasan khusus oleh OJK.
Mengapa Izin Usaha ASPAN Diabut?
Ogi mengatakan OJK mencabut izin usaha PT ASPAN pada Jumat (1/12) lalu, setelah sebelumnya OJK mengenakan sanksi pembatasan kegiatan usaha (PKU) kepada perusahaan asuransi tersebut.
“OJK telah memberikan kesempatan yang luas kepada PT ASPAN dengan memberikan waktu yang cukup untuk menyelesaikan permasalahan, namun PT ASPAN tidak dapat menyampaikan rencana tindak dan rencana perbaikannya,” ujar Ogi.
OJK juga telah meminta komitmen dan tambahan modal kepada para pemegang saham PT ASPAN, serta memberikan kesempatan apabila terdapat investor potensial untuk menyuntikkan modal. Namun, jelas Ogi, belum terdapat komitmen pemegang saham pengendali untuk melakukan penambahan modal.
“Permasalahan utama yang terjadi adalah memburuknya kondisi keuangan, mismanajemen produk asuransi kredit dengan tarif premi yang tidak mencukupi untuk mengkover klaim untuk kreditnya. Kemudian, terjadi pemburukan kondisi keuangan yang tidak mampu diselesaikan oleh para pemegang saham sehingga OJK mencabut izin usaha dari PT ASPAN,” ujarnya.
Dengan dicabutnya izin usaha tersebut, ASPAN wajib menghentikan kegiatan usahanya dan dalam jangka waktu paling lama 30 hari wajib menyelenggarakan RUPS untuk pembubaran dan pembentukan tim likuidasi.