Waspadai Moral Hazard dalam Kebijakan Hapus Tagih Kredit Macet di Bank BUMN
Pemerintah sedang menyusun rencana kebijakan hapus tagih kredit macet di bank milik negara, serta lembaga jasa keuangan non bank.
Kebijakan ini berpotensi menimbulkan moral hazard, bila tidak disertai dengan kriteria yang jelas.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Sunarso mengatakan, kebijakan hapus tagih ini sudah ditunggu-tunggu oleh bank-bank BUMN atau yang disebut juga Himbara.
Ia mengatakan, selama ini Himbara tidak berani melakukan hapus tagih kredit macet karena masih terdapat berbagai aturan yang mengkategorikannya bisa masuk kerugian negara.
“Intinya, kebijakan hapus tagih terutama untuk UMKM itu memang ditunggu oleh Himbara. Sekarang yang paling penting adalah penetapan tentang kriterianya, seperti apa yang bisa dihapus tagih itu agar tidak menimbulkan moral hazard,” ujar Sunarso di Jakarta, Rabu (30/10).
BRI, kata Sunarso, sudah memperhitungkan dampak kebijakan tersebut bila nanti diterapkan.
“Sepanjang tidak terjadi moral hazard, maka BRI sudah mengkalkulasi kira-kira dampaknya terhadap kinerja keuangan BRI yang nanti akan kita masukan di dalam perencanaan keuangan untuk tahun depan saat kebijakan ini diberlakukan,” kata Sunarso.
Menurutnya, kebijakan hapus tagih ini bertujuan agar debitur yang pernah masuk dalam daftar hitam kembali memiliki akses pembiayaan perbankan sehingga bisa kembali berusaha.
Sebelumnya, Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, dalam konferensi pers bulanan Agustus lalu mengatakan, kebijakan hapus tagih telah disusun dalam Rancangan Peraturan Pemerintah yang rencananya akan berlaku untuk BUMN berbentuk bank dan LJK non bank.
“Debitur hapus tagih diatur memiliki kriteria tertentu sehingga tidak seluruh kredit yang telah dihapus buku bank akan dihapus tagih,”kata Dian.
Ia menambahkan, kredit yang dihapus tagih merupakan kredit yang telah dihapusbukukan dari neraca (laporan posisi keuangan) bank dan telah dibentuk cadangan kerugian penurunan nilai 100% sehingga telah dibiayakan sebelumnya.
“Dalam RPP diatur pula bahwa atas transaksi hapus tagih tidak termasuk dalam kerugian negara,” ujar Dian.