Masih Kesulitan Modal Kerja, Kertas Basuki Rachmat Terancam Ditendang dari Bursa

0
3152
Reporter: Petrus Dabu

Iconomics - PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk terancam ditendang (delisting) dari Bursa Efek Indonesia (BEI) setelah perdagangan sahamnya sudah dihentikan (suspensi) selama 12 bulan sejak 23 April 2019.

Kesempatan bagi perusahaan yang berdiri tahun 1978 ini tersisa 12 bulan, karena suspensi hanya berlaku selama 24 bulan. Bila dalam 12 bulan ke depan tak ada perbaikan, maka emiten dengan kode saham KBRI ini akan di-delisiting dari bursa.

Jumlah kepemilikan publik di perusahaan ini sebanyak 2,17 miliar lembar saham atau 25%. Pemilik saham lainnya adalah Quest Corporation (10,6%), Suisse Charter Investment Ltd (34%) dan Wyoming International (30,4%).

Apa akar masalahnya?

BEI dalam suratnya menyatakan bahwa bursa dapat melakukan delisting apabila mengalami “kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.”

Perdagangan saham PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk dihentikan karena mengalami masalah modal yang memaksa penghentian produksi. Seperti dijelaskan oleh  Henry Priyantoro, Direktur Utama PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk, dalam surat kepada BEI pada 22 April 2019, perusahaan mengalami kendala modal untuk kelangsungan bisnisnya.

Baca Juga :   Politikus Senayan "Menenangkan Investor Pasar Modal", Mengapa IHSG Anjlok Tajam?

Disebutkan bahwa pada akhir  2014, perseroan mendapatkan komitmen dari sindikasi perbankan sebesar US$ 70 juta berupa kredit investasi sebesar US$ 45 juta dan kredit modal kerja sebesar US$ 25 juta. Akan tetapi, salah satu bank anggota sindikasi tersebut menarik diri dari komitmen memberikan kredit modal kerja sebesar US$ 10 juta.

“Dampak dari batalnya komitmen tersebut adalah perseroan tidak mampu beroperasi pada level yang seharusnya, bahkan belum pernah melewati level break even point (titik impas),” ujar Henry.

Dus, kondisi ini menimbulkan kerugian serta menggerus modal kerja. Pada akhirnya, kemampuan perseroan untuk beroperasi terus menurun.

Akibatnya, sepanjang 2018,  aktivitas operasi perseroan bertumpu kepada penjualan atas persediaan serta penerimaan dari piutang yang tersisa pada periode sebelumnya. Akan tetapi, arus kas masuk yang didapatkan dari kedua sumber tersebut tidak mencukupi sebagai modal kerja untuk mengoperasikan mesin-mesin pabrik perseroan. Kas masuk tersebut hanya mencukupi sebagian beban operasional perseroan, dan gaji karyawan termasuk di dalamnya.

“Sehingga, dapat kami sampaikan bahwa sejak kuartal pertama tahun 2018 kegiatan yang terhenti berupa kegiatan produksi di pabrik, akan tetapi perseroan tetap melakukan aktivitas penjualan,” ujarnya.

Baca Juga :   Kinerjanya Positif, Jasa Marga Kembali Masuk Indeks LQ45 di BEI

Henry mengatakan mesin-mesin yang dimiliki perusahaan dan operatornya, dalam kondisi siap untuk beroperasi. Selain itu, menurutnya pelanggan-pelanggan setianya juga masih berharap mendapatkan produk mereka.

Karena itulah, selama 2017 manajemen fokus mencari modal kerja dari perbankan.  Namun, tak ada bank yang memberikan pendanaan. Selanjutnya pada 2018, manajemen mencari investor potensial dan mitra strategis potensial.  Namun, katanya, ”belum mengerucut kepada satu pilihan ataupun sebuah keputusan”. Akibatnya, perseroan terus mengalami kesulitan modal dan memutuskan menghentikan produksi.

Berdasarkan laporan keuangan tahun 2019, per 30 Maret, pendapatan PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk sebesar Rp 382,9 miliar, turun 79% dibandingan periode yang sama tahun 2018 yang tercatat sebesar Rp 1,83 triliun. Pendapatan tahun 2019 tersebut hanya berasal dari satu pelanggan yaitu CV Best Jaya Sukses. Sementara tiga pelanggan besar lainnya tak lagi membeli produk kertas Basuki Rachmat.

Perusahaan juga menderita kerugian bersih sebesar Rp 33,73 miliar. Meski demikian, nilai kerugian ini berkurang dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 124,22 miliar.

Leave a reply

Iconomics
Close