Partisipasi Masyarakat Berkoperasi Disebut Masih Kecil, Ini Faktanya
Partisipasi masyarakat Indonesia dalam berkoperasi dinilai masih rendah sehingga kemajuannya jauh lebih lambat ketimbang korporasi. Padahal koperasi disebut jauh lebih baik dalam hal memajukan kesejahteraan masyarakat dibanding korporasi.
“Memang lambat kemajuan koperasi di Indonesia. Data partisipasi masyarakat kita dalam berkoperasi hanya 8,41%. Angka ini masih kecil dibanding angka partisipasi dunia dalam berkoperasi yang mencapai 16,32%,” kata Menteri Koperasi dan UKM dalam diskusi virtual bertajuk Masihkah Koperasi Menjadi Andalan? Di Jakarta beberapa waktu lalu.
Teten menuturkan, proporsi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di sektor pangan saat ini mencapai 51,2%. Tapi, kelembagaan ekonomi petani berbentuk koperasi sekitar 13.800 unit atau 11,32% dari total jumlah koperasi.
Berdasarkan angka itu, kata Teten, maka kegiatan perekonomian masyarakat berbentuk koperasi masih kecil. Jenis usaha yang dijalankan koperasi masih didominasi koperasi simpan pinjam (KSP) yang mencapai 59,9%. Angka ini menjelaskan bahwa koperasi masih bergerak di sektor riil.
“Atau sektor rill masih menjadi pilihan utama usaha dari koperasi,” kata Teten.
Fakta ini, kata Teten, penting untuk dipahami. Sebab, koperasi yang berbentuk simpan pinjam pun masih mengalami banyak kendala. Semisal, pengelola koperasi sektor keuangan harus punya manajerial yang baik, memiliki sertifikasi keterampilan dan lain sebagainya.
Itu sebabnya, kata Teten, masih ada beberapa koperasi yang mengalami gagal bayar. Dan itu menjadi pertanyaan banyak orang termasuk aktivis koperasi. Mereka merasa heran mengapa ada koperasi bisa gagal bayar. Faktanya demikian, memang ada.
Lantas mengapa bisa gagal bayar? Karena koperasi yang mengumpulkan uang dari anggota diinvestasikan di luar kepentingan anggota. “Ini yang perlu ditinggalkan. Karena itu, kita mendorong koperasi menjadi besar menyangi korporasi. Tapi, koperasi harus menjadi unit usaha yang menarik buat investor,” kata Teten.