Biar Tidak Kecolongan Lagi, Komisi I DPR Dorong Sistem Pemblokiran Judi Online Diperbaiki
Komisi I DPR meminta ketegasan soal sistem yang digunakan Kementerian Komunikasi dan Digitalisasi (Kemkomdigi) untuk memblokir situs-situs judi online.
Hal ini, menurut Anggota Komisi I DPR Abraham Sridjaja sangat penting, karena efektivitas dan ketepatan sistem ini demi menjaga integritas Kemkomdigi dalam melindungi keamanan digital di Indonesia.
“Sangat penting berupa transparansi dan akuntabilitas dalam sistem pemblokiran itu. Pasalnya, pemblokiran situs judi online adalah isu serius yang harus dikelola secara profesional dan transparan,” kata dia rapat kerja dengan Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Viada Hafid di Komisi I DPR, Jakarta, Selasa (5/11).
Lebih jauh politisi muda Partai Golkar itu menjelaskan bahwa publik perlu memahami terkait proses pemblokiran tersebut dijalankan.
“Apakah kebijakan ini diterapkan secara konsisten, dan bagaimana mekanisme pengawasannya. Saya meminta penjelasan lebih rinci tentang sistematika pemblokiran yang diterapkan,” tegas Abraham.
Legislator dari Dapil Jakarta II itu menyatakan bahwa bila sistem ini tidak berjalan efektif dan akurat, maka kepercayaan publik terhadap Kemkomdigi bisa anjlok.
“Integritas Kemkomdigi sebagai kementerian yang mengelola informasi digital sangatlah penting. Jika sistem ini tidak mampu melindungi masyarakat, khususnya generasi muda, maka diperlukan evaluasi dan perbaikan menyeluruh,” kata dia.
Dia mengajak masyarakat untuk aktif memantau kebijakan ini dan memastikan bahwa Kemkomdigi bekerja dengan transparan.
“Perhatian publik dapat mendorong perbaikan sistem pemblokiran guna menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan sehat bagi seluruh warga negara,” imbuhnya.
Beberapa waktu lalu, kata dia, Kemkomdigi diduga sempat salah memblokir situs yang diduga bukan situs judi. Hal ini bisa menimbulkan kekhawatiran terkait ketepatan dan keakuratan sistem pemblokiran yang digunakan.
Selain itu, terdapat laporan bahwa sejumlah situs judi online masih bisa diakses meski sudah diblokir, sehingga semakin menimbulkan pertanyaan publik terkait efektivitas kebijakan ini.