BPK Diminta Audit Khusus Pembengkakan Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers usai meninjau pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung di terowongan pertama Halim, Jakarta Timur, Selasa (18/5). Ini merupakan salah satu proyek Strategis Nasional.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta melakukan audit khusus terhadap proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang terkendala karena adanya pembengkakan biaya. Karena kendala itu, penyelesaian proyek kereta cepat pun molor dari target yang ditentukan sejak awal.
“Ini harus disoroti dan juga bukan berarti tidak menyelesaikan masalah yang lalu, tapi kita harus menyelesaikannya,” kata anggota Komisi XI DPR Vera Febyanthy ketika rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/11).
Karena kesalahan yang dilakukan oleh pemegang konsorsium sebelumnya, kata Vera, maka Komisi XI perlu memanggil pemegang KCJB yakni PT Wijaya Karya (WIKA), PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Jasa Marga Tbk. Badan usaha milik negara (BUMN) ini punya saham 38% di konsorsium di mana PTPN VIII dan Jasa Marga memiliki sebesar 12% saham.
“Mereka (BUMN) tinggalkan begitu saja dan akhirnya sekarang pemerintah harus memberikan penyertaan modal negara (PMN),” ujar Vera.
Menurut Vera, penunjukan PT Kereta Api Indonesia sebagai pemegang konsorsium yang baru, hanya akan menambah beban pemerintah. Pasalnya, PT KAI dinilai masih memiliki permasalahan finansial sebagai dampak pandemi Covid-19.
“Ini yang menjadi catatan kami. Saya tidak menyalahkan terhadap penunjukan yang baru, tapi saya akan meminta kepada BUMN terhadap kinerja yang lama terhadap kereta api cepat,” kata Vera.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah telah menetapkan anggaran yang diambil dari kas negara untuk proyek KCJB senilai Rp 4,3 triliun. Suntikan dana tersebut akan dilakukan melalui PMN tahun anggaran 2021 yang berasal dari saldo anggaran lebih 2021.
“Ini proyek KCJB tadinya business to business. BUMN yang seharusnya memenuhi kewajiban, namun karena PT KAI mengalami pukulan dari situasi Covid-19, maka kemampuan BUMN untuk penuhi ekuitas awal dari kereta cepat tidak mampu dipenuhi oleh mereka (PT KAI),” ujar Sri Mulyani.