
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dinilai Tak Layak Gunakan APBN, Ini Alasannya

Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan/Dokumentasi DPR
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dinilai tidak layak menggunakan anggaran dari APBN. Apalagi penggunaan APBN itu dikarenakan pembengkakan biaya proyek sehingga Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menggelontorkan penyertaan modal negara (PMN) kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengatakan, PMN kepada KAI itu diambil dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) APBN 2021 senilai Rp 4,3 triliun. Proyek KCJB awalnya membutuhkan anggaran senilai Rp 86,5 triliun dan membesar menjadi Rp 114,24 triliun. Dengan kata lain ada kenaikan senilai Rp 27,09 triliun.
“PMN itu artinya negara menginvestasikan sejumlah uang dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. Namun, bila balik modalnya membutuhkan waktu yang lama maka disebut tidak layak investasi,” kata Heri seperti dikutip situs resmi DPR beberapa waktu lalu.
Menurut Heri, proyek ini diperkirakan baru bisa balik modal selama 139 tahun. Itu tampak dari harga tiket KCJB yang diperkirakan antara Rp 250 ribu hingga Rp 350 ribu. Tarif tersebut dinilai akan menyulitkan KCJB bersaing dengan moda transportasi lainya seperti armada travel, bus, dan kendaraan pribadi.
Faktor lainnya, kata Heri, KCJB dinilai kurang ekonomis karena stasiun terakhir terletak di pinggiran Kota Bandung yakni stasiun Tegalluar. Dengan demikian, penumpang masih harus berganti moda transportasi untuk menuju ke tengah kota.
Ditambah lagi soal wacana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, kata Heri. Tentu saja perpindahan ibu kota kelak akan mengurangi mobilitas warga Bandung ke DKI Jakarta.
“Itulah beberapa kondisi yang menyebabkan KCJB tidak layak didanai oleh APBN,” kata Heri.
Untuk diketahui, proyek tersebut awalnya ditetapkan B to B dan tidak menggunakan APBN sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo sebelum proyek tersebut dilaksanakan.
Leave a reply
