Sejumlah Anggota Komisi II Desak Mendagri Bikin Kode Etik Bisnis BUMD agar Bermanfaat ke Masyarakat

0
18
Reporter: Wisnu Yusep

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian/Dok. Ekon

Sejumlah anggota Komisi II DPR mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membuat code of conduct terkait perilaku bisnis badan usaha milik daerah (BUMD). Sebab, etika bisnis BUMD harus dibenahi ke depan agar masyarakat dapat merasakan manfaatnya secara langsung.

“Dengan begitu, BUMD memberikan sumbangsih yang signifikan pada potensi dan pendapatan daerah serta meningkatkan layanannya kepada masyarakat di daerah,” kata anggota Komisi II Ahmad Irawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/2).

Pria yang akrab disapa Wawan ini mengatakan, fenomena BUMD pengelola air minum (PDAM) yang mengambil sumber air dari sebuah desa tertentu, lalu menyalurkannya kepada pelanggannya di kota-kota besar. Namun desa tersebut tidak mendapatkan manfaat dari BUMD tersebut.

“Saya ungkapkan pak, desa itu mengalami kekeringanan, mandi susah, air minum susah, harusnya kalau ada hasil bisnisnya, misalnya CSR itu bisa dibelikan pompa untuk masyarakat,” ujar Wawan.

Karena itu, kata Wawan, Kemendagri sebagai pembina BUMD perlu membuat aturan yang jelas, sehingga perusahaan daerah itu bisa menyejahterakan masyarakat. “Jadi Kemendagri perlu membuat kebijakan soal bisnis BUMD tersebut,” kata Wawan.

Baca Juga :   Kemendag Perlu Tegas dan Tindak Pengusaha yang Tidak Patuh soal DMO dan DPO

Menanggapi hal itu, Mendagri Muhammad Tito Karnavian mengatakan, bisnis BUMD itu perlu dibedah satu persatu dan memerlukan dukungan dari DPR. “Nanti kalau ada rapat gabungan dengan Kementerian PAN-RB, mohon dukungan, karena kita sudah mengajukan soal masalah ini,” ujar Tito.

Kemudian, kata Tito, pihaknya mengusulkan agar kewenangan yang menangani BUMD ini setingkat direktur, tapi bukan Dirjen. “Kami akui, harusnya memang masalah BUMD ini menjadi kewenangan Komisi II DPR,” kata Tito.

Dari 1.060 BUMD, kata Tito, tidak sedikit keberadaannya hanya menjadi beban APBD. “Itu memerlukan pengawasan dari pusat karena kepala daerahnya ganti-ganti, dari 1.060 (BUMD) kami sudah pernah sampaikan hampir 50% itu tidak sehat, bahkan ada yang rugi, tapi enggak ditutup, jalan terus, akibatnya APBD-nya mensubsidi terus,” tutur Tito.

 

Leave a reply

Iconomics