AFPI Bantah KPPU soal Praktik Kartel Suku Bunga Fintech, Begini Penjelasannya

0
13
Reporter: Rommy Yudhistira

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) membantah tuduhan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yang menduga adanya praktik kartel suku bunga di industri peer to peer lending.

Sekretaris Jenderal AFPI periode 2019-2023 Sunu Widyatmoko menjelaskan, batas bunga maksimum yang ada dalam code of conduct 2018 sudah dicabut, dan tidak berlaku. AFPI tidak pernah bermaksud untuk menyeragamkan harga antara perusahaan fintech.

Upaya itu dilakukan, kata Suni, untuk mendorong penurunan bunga yang sangat tinggi, dan membedakan layanan pinjaman daring legal dan ilegal.

“Waktu itu, bunga pinjaman daring bisa mencapai di atas 1% per hari, bahkan ada yang 2 hingga 3 kali lipat. Batas bunga maksimum justru ditujukan agar platform legal tidak ikut-ikutan mengenakan bunga mencekik. Ini bagian dari perlindungan konsumen,” kata Sunu dalam keterangam resminya di Jakarta, Rabu (14/5).

Sementara itu, Sekretaris Jenderal AFPI Ronald Andi Kasim menambahkan, berdasarkan data Satgas Waspada Investasi (SWI) terdapat 3.600 pinjaman daring ilegal yang beroperasi tanpa izin, dan memberlakukan bunga yang tinggi pada periode 2018-2021.

Baca Juga :   Indeks Persaingan Usaha Mamin, Jasa Keuangan dan Asuransi Tertinggi, Apa Sektor yang Terendah?

“Batas bunga maksimum yang kami buat adalah batas atas, bukan harga tetap. Kenyataannya, ada platform yang menetapkan bunga di bawah batas bunga maksimum, seperti 0,6%, 0,5%, bahkan 0,4% per hari,” ujar Ronald.

Setelah Undang-Undang (UU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) disahkan, lanjut Ronald, OJK menerbitkan SEOJK Nomor 19 Tahun 2023, yang mengatur tentang bunga pinjaman pada industri fintech. Kemudian, AFPI menindaklanjutinya dengan mencabut batas bunga maksimum, dan mengikuti ketentuan regulator.

“Kami ingin borrower mendapatkan bunga yang lebih ringan, tanpa menurunkan minat lender yang menyalurkan dana. Karena kalau bunga ditekan terlalu rendah, risiko tidak sebanding, dan lender akan pergi. Justru borrower yang akan kesulitan akses dana,” kata Ronald.

Sebelumnya, hasil penyelidikan KPPU mengungkapkan bahwa adanya dugaan pelanggaran Pasal Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa menyebutkan, sebanyak 97 penyelenggara layanan pinjaman online yang ditetapkan sebagai terlapor diduga menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal (eksklusif) yang dibuat asosiasi industri, AFPI.

Baca Juga :   Salurkan Kredit Rp 116 T, AFPI Sebut Industri Fintech Bisa Solusi untuk UMKM

Fanshurullah menjelaskan, KPPU menemukan pemberlakukan tingkat bunga pinjaman (meliputi biaya pinjaman dan biaya lainnya) yang melebihi suku bunga flat 0,8% per hari, yang dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman yang kemudian besaran tersebut diubah menjadi 0,4% per hari pada 2021.

“Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023. Ini dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen,” kata Fanshurullah.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics