Analisis Angka Investasi dan 3 Tantangan Menhan soal Alutsista
Angka investasi atau belanja alat utama sistem persenjataan (alutsista) sekitar Rp 1.700 triliun yang ramai dibicarakan saat ini dinilai sebagai hal normal. Apalagi, jika angka itu dihitung atau ditarik mundur ke belakang sehingga bukanlah sesuatu yang janggal.
“Proyeksi anggaran pertahanan dibuat berdasarkan pertumbuhan ekonomi sekitar 5% per tahun, lalu alokasi produk domestik bruto (PDB) pertahanan 1%, belanja alutsista 27%, pinjaman luar negeri 30% ketemu Rp 1.700 triliun,” kata analis utama politik keamanan LAB 45 Andi Widjajanto dalam sebuah diskusi virtual, Senin (7/6).
Menurut Andi, jika belanja alutsista dinaikkan secara konsisten 9% per tahun seperti praktik selama ini, maka akan ketemu angka Rp 1.100 triliun. Angka ini hanya untuk belanja tanpa beban utang, perawatan dan kontijensi.
Karena itu, kata Andi, angka tersebut sebenarnya konservatif sehingga tidak ada kenaikan yang tajam dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Alutsista tersebut. Berdasarkan rencana strategis Kekuatan Pertahanan Minimum (KPM) 2024, maka Menteri Pertahanan Prabowo Subianto tinggal menyelesaikan tahap III.
Pencapaiannya, kata Andi, saat ini mencapai angka sekitar 70%. Berdasarkan dokumen yang ada, untuk menyelesaikan tahap III itu sudah tersedia anggaran sekitar US$ 20 miliar dan itu cukup sehingga ada 3 tantangan yang dihadapi Prabowo sebagai menteri pertahanan.
Pertama, kata Andi, Prabowo harus menyelesaikan KPM tahap III itu. Tantangan kedua, Prabowo perlu menghitung ulang angka investasinya karena semua asumsi yang dibuat untuk menyusun KPM 2024 pada dasarnya tidak terpenuhi. Semisal, asumsi pertumbuhan ekonomi tidak pernah berada di angka 7% sebagaimana yang diasumsikan tahun 2005 hingga 2024.
Kemudian, kata Andi, alokasi PDB ke anggaran pertahanan tidak pernah sampai 1%. Padahal di KPM III di 2024 setidaknya alokasi PDB ke pertahanan mencapai 1% hingga 2%. Itu sebabnya harus dihitung ulang Prabowo sebagai menteri pertahanan tentang kemungkinan pencapaian KPM III di 2024.
“Hal lain yang perlu dikalkulasi tentunya kita sedang pandemi, kita masih resesi ekonomi, pertumbuhan kita minus. Baru di tahun ini akan positif dan sudah pasti tidak akan mencapai 7%. Tantangan terakhir bagi Prabowo adalah merancang rencana strategis jangka panjang dan diharapkan sinambung dengan KPM tahap III 2024,” kata Andi.