Bagaimana Kinerja Keuangan Indonesia Kendaraan Terminal Tbk di Tengah Pandemi Covid-19?
Belum berlalunya efek dari pandemi Covid-19 terhadap sejumlah industri, terutama industri pertambangan, perkebunan, manufaktur, otomotif, dan alat berat membuat sejumlah sektor tersebut masih dalam tekanan. Adanya kebijakan dan peraturan pembatasan kegiatan usaha dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang juga dibarengi dengan penutupan sementara sejumlah produsen otomotif dan pembatasan kegiatan ekspor dan impor di sejumlah negara membuat arus layanan bongkar muat kendaraan terhambat. Dampak tersebut sangatlah terasa di kuartal kedua dimana hampir mayoritas industri terkena dampak dari pandemi tersebut sehingga terjadi penurunan kinerja.
Dampak yang sama turut dirasakan oleh PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC) sebagai perusahaan pendukung industri otomotif dan alat berat dimana terjadinya penurunan arus bongkar muat kargo kendaraan membuat layanan yang dilakukan oleh IPCC turut mengalami penurunan. Meskipun IPCC merupakan perusahaan yang bergerak di bidang Layanan Kepelabuhan dan Logistik atau Utilitas Publik dimana termasuk pada industri yang dikecualikan pada saat diberlakukannya PSBB, namun dengan adanya penurunan pengiriman kendaraan dari produsen manufaktur kendaraan, baik dari dalam maupun luar negeri membuat kinerja keuangan turut terdampak dengan adanya kondisi tersebut.
“Periode kuartal kedua merupakan periode dimana kinerja kami terkena dampak, baik dari dalam maupun luar negeri dengan adanya pembatasan kegiatan usaha manufaktur kendaraan hingga pertambangan yang berimbas pada pelayanan bongkar muat di terminal kami sehingga secara akumulasi di semester pertama tahun ini akan terlihat penurunan,” ujar Direktur Komersial dan Pengembangan Bisnis, Arif Isnawan dalam keterangan tertulis, Minggu (2/8).
Pada periode semester pertama tahun ini, IPCC mencatatkan pendapatan sebesar Rp175,68 miliar atau lebih rendah 23,18% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp228,70%. Penurunan disebabkan lebih rendahnya pendapatan dari segmen Pelayanan Jasa Terminal yang memberikan kontribusi 93,20% terhadap total pendapatan dimana turun 22,56% menjadi Rp164,73 miliar dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp212,72 miliar. Pada segmen Pelayanan Jasa Barang yang berkontribusi 5,42% mengalami penurunan 31,69% dari Rp12,87 miliar di semester pertama tahun lalu menjadi Rp8,79 miliar. Segmen Pelayanan Rupa-Rupa Usaha naik tipis 1,84% menjadi Rp1,60 miliar dan Pengusahaan Tanah, Bangunan, Air, dan Listrik turun 63,44% menjadi Rp560 juta.
Dampak dari penurunan tersebut membuat Laba Usaha IPCC turut mengalami penurunan. Tercatat Laba Usaha IPCC di periode semester pertama tahun ini sebesar Rp3,16 miliar atau turun 96,49% dibandingkan periode yang sama di tahun lalu sebesar Rp89,92 miliar. Adanya peningkatan pencatatan pada Kerjasama Mitra Usaha dimana meningkat 64,75% dari Rp32,21 miliar menjadi Rp53,06 miliar berimbas pada perolehan laba usaha IPCC. Peningkatan beban Kerjasama Mitra Usaha terjadi karena adanya penambahan Perusahaan Bongkar Muat (PBM) yang melakukan pelayanan bongkar muat di Terminal Domestik IPCC seiring adanya perpindahan kargo kendaraan dari Terminal Pelabuhan Tanjung Priok (PTP).
Peningkatan beban juga terjadi pada pencatatan Beban Keuangan dimana mengalami kenaikan beban dari Rp9,91 juta menjadi Rp20,37 miliar karena adanya penambahan pencatatan Bunga atas Liabilitas Sewa sebagai akibat penerapan PSAK 73 terhadap sewa lahan yang dilakukan IPCC terhadap induk usaha, PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) / IPC. Sementara itu, pendapatan bunga sebesar Rp15,69 miliar dari sebelumnya Rp22,18 miliar. Meski terjadi peningkatan depresiasi dari Rp8,14 miliar di semester pertama 2019 menjadi Rp12,73 miliar di periode yang sama tahun ini dan peningkatan pada amortisasi menjadi Rp35,21 miliar dari sebelumnya Rp1,21 miliar namun, EBITDA IPCC terlihat lebih rendah 45% menjadi Rp66,79 miliar di semester pertama tahun ini karena terjadinya penurunan Laba Usaha.
Alhasil, bottom line IPCC mengalami koreksi menjadi rugi secara pencatatan menjadi Rp237,78 juta di periode semester pertama tahun ini dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yang masih tercatat laba Rp90,57 miliar.
Meski terjadi penurunan namun, Arif optimis kinerja keuangan perusahaan akan kembali pulih ke depannya. Pada bulan Juli ini, sudah mulai kembali ada pengiriman sejumlah kendaraan, baik CBU maupun alat berat ke terminal kami. “Meski belum sepenuhnya normal namun, kami harapkan Juli ini dapat menjadi momentum untuk rebound aktivitas industri manufaktur termasuk logistik pelayanan bongkar muat kendaraan di terminal kami,” ujarnya.